Dikutip dari eBook: Ensiklopedi Amaalan di Bulan Rojab
Oleh Ustadz Abi Ubaidah dan Ustadz Abi Abdillah حفظهما الله
Memang benar, keutamaan bulan dalam kalender hijriyah itu bertingkat-tingkat, begitu juga hari-harinya. Misalnya, bulan Ramadhan lebih utama dari semua bulan, hari Jum’at lebih utama dari semua hari, malam Lailatul Qadar lebih utama dari semua malam, dan sebagainya. Namun, harus kita pahami bersama bahwa timbangan keutamaan tersebut hanyalah syari’at, yakni al-Qur’an dan hadits yang shahih, bukan hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu).
Di antara bulan Islam yang ditetapkan kemuliaannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah adalah bulan Rajab. Namun sungguh sangat disesalkan beredarnya riwayat-riwayat yang dha’if dan palsu seputar bulan Rajab serta amalan-amalan khusus di bulan Rajab di tengah masyarakat kita. Hal ini dijadikan senjata oleh para pecandu bid’ah mempromosikan kebid’ahan-kebid’ahan ala jahiliyah di muka bumi ini.
Dari sinilah, terasa pentingnya penjelasan secara ringkas tentang pembahasan seputar bulan Rajab dan amalan-amalan manusia yang menodainya dengan riwayat-riwayat lemah dan palsu.
A. RAJAB, DEFINISI DAN KEUTAMAANNYA
“Rajab” secara bahasa diambil dari kata رَجَبَ الرَّجُلُ رَجَبًا artinya: mengagungkan dan memuliakan. Rajab adalah sebuah bulan. Dinamakan dengan “Rajab” dikarenakan mereka dahulu sangat mengagungkannya pada masa jahiliyah, yaitu dengan tidak menghalalkan perang di bulan tersebut.1
Tentang keutamaannya, Alloh عزّوجلّ telah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّماَوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ فَلاَتَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Alloh adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Alloh di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu. (QS. at-Taubah/9: 36)
Imam Thabari رحمه الله berkata, “Bulan itu ada dua belas, empat di antaranya merupakan bulan haram (mulia), di mana orang-orang jahiliyah dahulu mengagungkan dan memuliakannya. Mereka mengharamkan peperangan pada bulan tersebut. Hingga seandainya ada seseorang bertemu dengan pembunuh bapaknya, dia tidak akan menyerangnya. Bulan empat itu adalah Rajab Mudhar, dan tiga bulan berurutan: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram. Demikianlah dinyatakan dalam hadits-hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم.”2
Imam Bukhari رحمه الله meriwayatkan dalam Shahihnya 4662 dari Abu Bakrah رضي الله عنه bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِيْ بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana keadaannya tatkala Alloh menciptakan langit dan bumi, setahun ada dua belas bulan di antaranya terdapat empat bulan haram, tiga bulan berurutan yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar yang terletak antara Jumada (akhir) dan Sya’ban.
Diantara dalil yang
menunjukkan bahwa bulan Rajab sangat diagungkan oleh manusia pada masa jahiliyah
adalah riwayat Ibnu Abi Syaibah3
dari Kharasyah bin Hurr, ia berkata, “Saya melihat Umar memukul tangan-tangan
manusia pada bulan Rajab agar mereka meletakkan tangan mereka di piring,
kemudian beliau (Umar) mengatakan, ‘Makanlah oleh kalian, karena sesungguhnya
Rajab adalah bulan yang diagungkan oleh orang-orang jahiliyah.’”
B. RIWAYAT SEPUTAR RAJAB
Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah رحمه الله berkata: “Setiap hadits yang menyebutkan tentang puasa rojab, sholat sebagian malamnya, semuanya adalah dusta”.1
Al-Fairuz Abadi رحمه الله berkata: “Bab puasa Rojab dan keutamaannya tidak ada yang shahih satu haditspun, bahkan telah datang hadits yang menunjukkan dibencinya hal itu”.2
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i رحمه الله berkata: “Tidak ada hadits shahih yang dapat dijadikan hujjah seputar amalan khusus di bulan Rajab, baik puasa maupun shalat malam dan sejenisnya. Dan dalam menegaskan hal ini, aku telah didahului oleh Imam Abu Ismail al-Harawi al-Hafizh, kami meriwayatkan darinya dengan sanad shahih, demikian pula kami meriwayatkan dari selainnya.”3
Al-Hafizh Ibnu Hajar juga berkata, “Hadits-hadits yang datang secara jelas seputar keutamaan Rajab atau puasa di bulan Rajab terbagi menjadi dua; dha’if dan maudhu’.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar asy-Syafi’i رحمه الله telah mengumpulkan hadits-hadits seputar Rajab, maka beliau mendapatkan sebelas hadits berderajat dha’if dan dua puluh satu hadits berderajat maudhu’. Berikut ini kami nukilkan sebagian hadits dha’if dan maudhu’ tersebut:
إِنَّ فيِ الْجَنَّةِ نَهْرًا يُقَالُ لَهُ رَجَبٌ مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضً مِنَ اللَّبَنِ وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ مَنْ صَامَ يَوُمًا مِنْ رَجَبٍ سَقَاهُ اللهُ مِنْ ذَلِكَ النَّهْرِ
Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai yang dinamakan “Rajab”, warnanya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa berpuasa satu hari di bulan Rajab, niscaya Alloh akan memberinya minum dari sungai tersebut. (Hadits dha’if)
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ رَجَبًا قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فيِ رَجَبٍ وَشَعْبَانَ وَبَلَغْنَا رَمَضَانَ
Rasulullah صلى الله عليه وسلم apabila memasuki bulan Rajab, beliau berdo’a, “Wahai Alloh, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan.” (Hadits dha’if)
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ
Bulan Rajab adalah milik Alloh, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku. (Hadits maudhu’)
فَضْلُ رَجَبٌ عَلَى سَائِرِ الشَّهْرِ كَفَضْلِ الْقُرْآنِ عَلَى سَائِرِ الأَذْكَارِ
Keutamaan bulan Rajab dibandingkan semua bulan seperti keutamaan al-Qur’an atas semua dzikir. (Hadits maudhu’)
مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ وَصَلَّى فِيْهِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ … لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ أَوْ يُرَى لَهُ
Barangsiapa berpuasa pada bulan Rajab dan shalat empat raka’at pada bulan tersebut … niscaya dia tidak meninggal hingga melihat tempat tinggalnya di surga atau diperlihatkan untuknya. (Hadits maudhu’)
Itulah sedikit contoh
hadits-hadits dha’if dan maudhu’ seputar bulan Rajab. Sengaja kami nukil secara
ringkas karena maksud kami hanya untuk memberikan isyarat dan perhatian saja,
bukan membahas secara terperinci.
C. SHALAT RAGHA’IB
Shalat Ragha’ib adalah shalat yang dilaksanakan pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, tepatnya antara shalat Maghrib dan Isya’ dengan didahului puasa hari Kamis, dikerjakan dengan dua belas raka’at. Pada setiap raka’at membacasuratal-Fatihah sekali,suratal-Qadar tiga kali dansuratal-Ikhlas dua belas kali … dan seterusnya.
Sifat shalat seperti di atas tadi didukung oleh sebuah riwayat dari sahabat Anas bin Malik رضي الله عنه yang dibawakan secara panjang oleh Imam Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin 1/203 dan beliau menamainya ‘shalat Rajab’ seraya berkata, “Ini adalah shalat yang disunnahkan.”
Demikianlah perkataannya –semoga Alloh mengampuninya–, padahal para pakar hadits telah bersepakat dalam satu kata bahwa hadits-hadits tentang shalat Ragha’ib adalah maudhu’. Di bawah ini, penulis nukilkan sebagian komentar ulama ahli hadits tentangnya:
-
Imam Ibnul Jauzi رحمه الله berkata: “Hadits shalat Ragha’ib adalah palsu, didustakan atas nama Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Para ulama mengatakan hadits ini dibuat-buat oleh seseorang yang bernama Ibnu Juhaim. Dan saya mendengar syaikh (guru) kami Abdul Wahhab al-Hafizh mengatakan, ‘Para perawinya majhul (tidak dikenal), saya telah memeriksa seluruhnya dalam setiap kitab, namun saya tidak mendapatkannya.’”1
-
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله berkata: “Shalat Ragha’ib adalah bid’ah menurut kesepakatan para imam agama, tidak disunnahkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم, tidak pula oleh seorang pun dari khalifahnya, serta tidak dianggap baik oleh para ulama panutan, seperti Imam Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, Abu Hanifah, Sufyan ats-Tsauri, Auza’i, Laits, dan sebagainya. Adapun hadits tentang shalat Ragha’ib tersebut adalah hadits dusta, menurut kesepakatan para pakar hadits.”2
-
Imam Dzahabi asy-Syafi’i رحمه الله berkata tatkala menceritakan biografi imam Ibnu Shalah: “Beliau (Ibnu Shalah) tergelincir di dalam masalah shalat Ragha’ib, beliau menguatkan dan mendukungnya padahal kebatilan hadits tersebut tidak diragukan lagi.”3
-
4. Al-Hafizh Ibnu Qayyim al-Jauziyah رحمه الله berkata: “Demikian pula hadits-hadits tentang shalat Ragha’ib pada awal malam Jum’at bulan Rajab, seluruhnya dusta, dibuat-buat atas nama Rasulullah صلى الله عليه وسلم.”4
-
Al-Hafizh al-Iraqi asy-Syafi’i رحمه الله berkata: “Hadits maudhu’.”5
-
Al-Allamah asy-Syaukani رحمه الله berkata: “Maudhu’, para perawinya majhul. Dan inilah shalat Ragha’ib yang populer, para pakar telah bersepakat bahwa hadits tersebut maudhu’. Kepalsuannya tidak diragukan lagi, hingga oleh seorang yang baru belajar ilmu hadits sekalipun. Berkata al-Fairuz Abadi dalam al-Mukhtashar bahwa hadits tersebut maudhu’ menurut kesepakatan, demikian pula dikatakan oleh al-Maqdisi.”6
Apabila telah jelas derajat hadits Shalat Ragha’ib sebagaimana di atas, maka mengerjakannya merupakan kebid’ahan dalam agama, yang harus diwaspadai oleh setiap insan yang hendak meraih kebahagiaan. Untuk menguatkan kebid’ahan shalat Ragha’ib ini, penulis nukilkan perkataan dua imam masyhur di kalangan madzhab Syafi’i yaitu Imam Nawawi dan Imam Suyuthi –semoga Alloh merahmati keduanya–:
-
Imam Nawawi berkata: “Shalat yang dikenal dengan shalat Ragha’ib dua belas raka’at antara Maghrib dan Isya’ awal malam Jum’at bulan Rajab serta shalat malam Nisfu Sya’ban seratus raka’at, termasuk bid’ah mungkar dan jelek. Janganlah tertipu dengan disebutnya kedua shalat tersebut dalam kitab Qutul Qulub dan Ihya’ Ulumuddin (oleh al-Ghazali) dan jangan tertipu pula oleh hadits yang termaktub pada kedua kitab tersebut. Sebab, seluruhnya merupakan kebatilan.”7
-
Imam Suyuthi berkata: “Ketahuilah –semoga Alloh merahmatimu–, mengagungkan hari dan malam ini (Rajab) merupakan perkara yang diada-adakan dalam Islam, yang bermula setelah 400 H. Memang ada riwayat yang mendukungnya, namun haditsnya maudhu’ menurut kesepakatan para ulama. Riwayat tersebut intinya tentang keutamaan puasa dan shalat pada bulan Rajab yang dinamai dengan shalat Ragha’ib. Menurut pendapat para pakar, dilarang mengkhususkan bulan ini (Rajab) dengan puasa dan shalat bid’ah (shalat Ragha’ib) serta segala jenis pengagungan terhadap bulan ini seperti membuat makanan, menampakkan perhiasan, dan sejenisnya. Supaya bulan ini tidak ada bedanya seperti bulan-bulan lainnya.”8
Kesimpulannya, riwayat
tentang shalat Ragha’ib adalah palsu, menurut kesepakatan ahli hadits. Oleh
karena itu, beribadah dengan hadits palsu merupakan kebid’ahan dalam agama,
apalagi shalat Ragha’ib ini baru dikenal mulai tahun 448 H.
--------------------------------------------------------------------------------
A1. Al-Qamus al-Muhith 1/74 dan
Lisanul Arab 1/411, 422.
A2. Jami’ul Bayan 10/124-125.
A3. al-Mushannaf 2/345. Atsar shahih, dishahihkan Ibnu Taimiyah
dalam Majmu’ Fatawa 25/291 dan al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil 957.
B1. Al-Manarul Munif hlm. 92
B2. Safaru Sa’adah hlm. 150. Hal ini disetujui oleh Ibnu Himmat
ad-Dimasyqi dalam kitabnya at-Tankita wal Ifadah fi Takhrij Khotimah Safar
Sa’adah hlm. 112. (Lihat Muqaddimah Syaikh Masyhur bin Hasan terhadap risalah
al-Adab fi Rojab hlm. 8-9 oleh Mula Al-Qori)
B3. Tabyin ‘Ajab bima Warada fi Rajab (6).
C1. al-Maudhu’at 2/124-125.
C2. Majmu’ Fatawa 23/134
C3. Siyar A’lam Nubala 23/142-143.
C4. al-Manar Munif 167.
C5. Takhrij Ihya’ 1/203.
C6. Fawaidul Majmu’ah 47-48.
C7. al-Majmu’ Syarh Muhadzdzab 3/549.
C8. al-Amru bil Ittiba’ hal. 166-167.
Sumber : Ibnu Majjah.com
Publisher of the article by : Ibnumajjah.com
Rewritten by : Rachmat Machmud end Republished by : Redaction
Print Article
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini