Related categories : Do'a dan Dzikir
16/12/2014
Syarah Dzikir Pagi dan Petang (6)
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَصْبَحْتُ أُشْهِدُ وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ، وَمَلاَئِكَتَكَ وَجَمِيْعَ خَلْقِكَ، أَنَّكَ أَنْتَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ. (أَرْبَعَ مَرَّاتٍ)
“Ya Allah, sesungguhnya aku di waktu pagi bersaksi kepada-Mu, malaikat yang memikul ‘Arsy-Mu, malaikat-malaikat, dan seluruh makhluk-Mu, bahwasanya Engkau adalah Allah, tiada Tuhan Yang berhak disembah, kecuali Engkau yang berhak disembah, Engkau Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Mu dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusan-Mu.” (Dibaca empat kali).[1]
Perawi hadits ini adalah Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu.
Disebutkan dalam hadits,
أَنْ مَنْ قَالَـهَا حِيْنَ يُصْبِحُ أَوْ يُمْسِي أَرْبَعَ مَرَّاتٍ، أَعْتَقَهُ اللهُ مِنَ النَّارِ
“Bahwa orang yang menyebutkannya ketika pagi atau ketika sore empat kali, maka dia akan dibebaskan Allah Ta’ala dari api neraka.”
Ungkapan وَأُشْهِدُ حَمَلَةَ عَرْشِكَ ‘dan bersaksi kepada-Mu, malaikat yang memikul ‘Arsy-Mu‘. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَانِيَةٌ
“Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqqah/69: 17)
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “Delapan orang malaikat pada hari itu menjunjung di atas mereka …” Dengan kata lain, delapan shaf dari pada malaikat yang tidak diketahui jumlah mereka melainkan oleh Allah.”
Demikian juga Adh-Dhahhak Rahimahullah berkata.
Ungkapan Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah berkata, ‘Allah Maha Mengetahui, berapa jumlah mereka? Apakah delapan atau delapan ribu?”
Ungkapan وَمَلاَئِكَتَكَ ‘para malaikat-Mu‘. Para malaikat adalah makhluk agung yang diciptakan Allah Ta’ala dari cahaya. Dari Aisyah Radhiyallahu Anha bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
خُلِقَتْ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Malaikat diciptakan dari cahaya. Jin diciptakan dari nyala api. Dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan kepada kalian.”[2]
Pengathafan ungkapan جَمِيْعَ خَلْقِكَ ‘seluruh makhluk-Mu‘ adalah pengathafan umum kepada khusus, karena semua makhluk mencakup para malaikat dan selainnya.
Yang dimaksud di sini, pengkhususan malaikat di antara semua makhluk adalah apa yang menunjukkan bahwa para malaikat lebih utama daripada manusia. Atau bahwa maqamnya adalah maqam persaksian. Sedangkan malaikat lebih utama daripada lainnya dalam hal ini, baik karena mereka itu mengetahui bahwa Allah adalah Dzat Yang tiada Tuhan selain Dia, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Mya sebelum semua makhluk, atau karena asal dalam persaksian adalah keadilan dan yang demikian lebih sempuma pada mereka.
Ungkapan أَعْتَقَهُ اللهُ ‘maka dia akan dibebaskan Allah‘. Pembebasan di sini adalah selamat dari kehinaan neraka.[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 255-257.
Syarah Dzikir Pagi dan Petang (7)
19/12/2014
اَللَّهُمَّ مَا أَصْبَحَ
بِيْ مِنْ نِعْمَةٍ أَوْ بِأَحَدٍ مِنْ خَلْقِكَ فَمِنْكَ وَحْدَكَ لاَ شَرِيْكَ
لَكَ، فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ
وَإِذَا أَمْسَى قَالَ: اَللَّهُمَّ مَا أَمْسَى بِيْ
“Ya Allah, nikmat yang kuterima atau diterima seseorang di antara makhluk-Mu di pagi ini adalah dari-Mu. Maha Esa Engkau, tiada sekutu bagi-Mu. Bagi-Mu segala puji dan kepada-Mu panjatkan syukur (dari seluruh makhluk-Mu).”[3]
Jika sore hari tiba mengucapkan, “Ya Allah, nikmat apa pun yang kuperoleh sore ini…”
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Ghannam Radhiyallahu Anhu.
Disebutkan dalam hadits,
bahwa orang yang mengatakannya, maka dia telah menunaikan kesyukuran pada
harinya. Dan barangsiapa mengucapkannya sedemikian rupa ketika sore tiba, maka
dia telah menunaikan kesyukuran pada malamnya.”
Ungkapan مَا أَصْبَحَ ‘kuterima pagi ini’, dengan kata lain, apa-apa yang
menjadi teman bagiku berupa kenikmatan.
Ungkapan فَمِنْكَ ‘adalah dari-Mu’, dengan kata lain, dari-Mu dan dari karunia-Mu.
Ungkapan وَحْدَكَ ‘Maha Esa Engkau, penegasan bagi ungkapan فَمِنْكَ ‘adalah dari-Mu’ dan لاَ شَرِيْكَ لَكَ ‘tiada sekutu bagi-Mu’. Penegasan dengan وَحْدَكَ ‘Maha Esa Engkau’ arti-nya bahwa semua yang kudapatkan berupa kenikmatan pada pagi ini adalah dari-Mu saja. Tiada yang menyertai-Mu seiain Dzat-Mu sendiri dalam memberikannya.
Ungkapan فَلَكَ الْحَمْدُ وَلَكَ الشُّكْرُ ‘bagi-Mu segala puji dan kepada-Mu panjatkan syukur (dari seluruh makhluk-Mu)’, dengan kata lain, bagi-Mu segala puji dengan lisanku karena apa-apa yang telah Engkau berikan. Juga bagi-Mu kesyukuran dengan semua anggota tubuhku atas apa-apa yang telah Engkau utamakan. Digabungkan antara puji dan kesyukuran adalah karena puji itu merupakan penghulu kesyukuran dan kesyukuran adalah penyebab adanya pertam-bahan. Allah Ta’ala berfirman,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu …” (Ibrahim/14: 7)
Ungkapan kesyukuran kepada Yang memberi kenikmatan adalah wajib. Allah Ta’ala berfirman,
وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
“Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah/2: 152).[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 257-259.
Syarah Dzikir Pagi dan Petang (8)
22/12/2014
اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ، اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَصَرِيْ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْكُفْرِ وَالْفَقْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ. (ثَلاَثَ مَرَّاتٍ)
“Ya Allah, selamatkan tubuhku. Ya Allah, selamatkan pendengaranku dan penglihatanku. Tiada Tuhan (yang berhak disembah), kecuali Engkau. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, tiada Tuhan (yang berhak disembah), kecuali Engkau.” (Dibaca tiga kali).[4]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Bakarah Nufai’ bin Al-Harits bin Kaladah Radhiyallahu Anhu.
Ungkapan اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ بَدَنِيْ ‘ya Allah, selamatkan tubuhku’, dengan kata lain, selamatkan aku dari berbagai bencana dan penyakit pada badanku.
Ungkapan اَللَّهُمَّ عَافِنِيْ فِيْ سَمْعِيْ….بَصَرِيْ ‘selamatkan pendengaranku dan penglihatanku’. Ini adalah khusus datang setelah umum. Ungkapan بَدَنِيْ ‘badanku’ mencakup seluruh badan. Akan tetapi, dikhususkan dua macam indra tersebut adalah karena keduanya jalan menuju hati yang mana de-ngan kesehatan keduanya, maka sehatlah anggota badan seluruhnya. Dan dengan rusaknya kedua alat itu, maka merusakkan seluruh anggota badan.[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 259-260.
Syarah Dzikir Pagi dan Petang (9)
25/12/2014
حَسْبِيَ اللهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ. (سَبْعَ مَرَّاتٍ)
“Cukup bagiku Allah (sebagai pelindung), tiada Tuhan (yang berhak disembah), kecuali Dia. Kepada-Nya aku bertawakal dan Dia adalah Tuhan ‘Arsy Yang Agung.” (Dibaca tiga kali).[5]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abu Ad-Darda’ Radhiyallahu Anhu.
Disebutkan dalam hadits, bahwa orang yang mengu-capkannya di pagi hari dan demikian juga di sore hari tujuh kali, maka Allah akan mencukupkan apa-apa yang penting baginya dari urusan kehidupan dunia dan akhirat.
Ungkapan حَسْبِيَ اللهُ ‘hanya Allahlah
Pernolongku’, dengan kata lain, Allah Ta’ala telah mencukupkan bagiku segala
sesuatu.
Ungkapan عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ‘kepada-Nya aku bertawakal’, dengan kata lain, aku
bersandar kepada-Mu.[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 260-261.
Syarah Dzikir Pagi dan Petang (10)
28/12/2014
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِى وَآمِنْ رَوْعَاتِى. اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, hartaku. Ya Allah, tutuplah auratku dan berilah ketenteraman di hatiku. Ya Allah, peliharalah aku dan arah depan, belakang, kanan, kiri, dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu agar aku tidak terjebak dari bawahku.”[6]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma.
Ungkapan الْعَافِيَةَ ‘kesehatan’, dari ungkapan عَافَاهُ الله ‘semoga Allah menyehatkannya’ atau أَعْفَاهُ ‘disehatkan’, sedangkan ism-nya adalah الْعَافِيَةَ ‘kesehatan’, yaitu penjagaan Allah bagi hamba-Nya dari berbagai macam penyakit dan bala.
Sedangkan permohonan kesehatan dalam agama adalah penjagaan Allah dari segala yang menghinakan agama dan membahayakannya. Sedangkan di dunia adalah penjagaan Allah dari segala yang membahayakan bagi dunianya. Sedangkan dalam keluarga adalah penjagaan Allah dari segala yang bisa menimpa keluarga berupa bala atau berbagai macam penyakit dan lain sebagainya. Sedangkan dalam harta adalah penjagaan Allah dari segala yang membahayakan hartanya dari bencana tenggelam, kebakaran, pencurian, dan berbagai macam gangguan yang menyakitkan.
Ungkapan عَوْرَاتِى ‘auratku’ adalah apa-apa yang membuat rasa malu jika terlihat. Aurat seorang pria adalah antara pusat dan lututnya, sedangkan bagi seorang wanita merdeka adalah semua badannya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Yang lebih utama adalah tetap menutupi keduanya. Sedangkan berkenaan dengan kedua kaki muncul dua pendapat. Dan dikatakan, “Semua badannya tanpa kecuali.” Sedangkan bagi wanita budak adalah seperti pria ditambah perut dan punggungnya.
Korektor mengatakan, “Pendapat yang benar, bagi wanita semua tubuhnya adalah aurat hingga wajah dan kedua telapak tangannya. Hal itu karena firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
‘Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang’.” (Al-Ahzab/33: 59)
Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma berkata, “Allah memerintahkan kepada para wanita kaum Mukminin jika mereka keluar rumahnya untuk suatu kebutuhan, maka dia harus menutup wajahnya dari atas kepala mereka dengan menggunakan jilbab dan dengan memperlihatkannya satu mata”.[7] Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ
“Dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka ….” (An-Nuur/24: 31)
Sebaik-baik keindahan dan kecantikan seorang wanita adalah pada wajah dan kedua telapak tangannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahzab/33: 53)
Aisyah Radhiyallahu Anha berkenaan dengan Shafwan bin Al-Mu’aththal dalam kisah Ifki berkata, “… Dia melihat kehitaman orang yang sedang tidur, lalu dia mendatangiku seningga dia mengetahuiku ketika melihatku. Dia melihatku sebelum hijab. Aku pun terbangun ketika ia mengucapkan istirja‘ (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun) ketika dia mengetahuiku. Aku menutupi wajahku dengan menggunakan jilbabku dan demi Allah dia tidak berkata sepatah pun kepadaku dan aku tidak pula mendengar darinya satu kata pun juga selain istirja‘ yang dia ucapkan ….”[8] Kisah ini menunjukkan dengan sangat jelas kepada perbuatan menutup wajah. Demikian juga dalam kisah pernikahan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan Shafiyah. Di tengah perjalanan menuju Madinah sekembalinya dari Khaibar, beliau membonceng Shafiyah di belakang di atas binatang tunggangannya dan Shafiyah menutup dirinya secara sempurna. Yang demikian menunjukkan bahwa semua badan wanita adalah aurat. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
اَلْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اِسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانَ
“Wanita adalah aurat, jika dia keluar rumah, maka ia dihiasi syetan (ketika dilihat oleh laki-laki).”[9]
Semua dalil yang jelas ini menunjukkan bahwa wanita wajib menutup wajah dan kedua telapak tangannya ketika kehadiran pria asing. Sedangkan dalam menunaikan shalat, maka dia tidak perlu menutup wajahnya, kecuali jika padanya terdapat para pria yang bukan mahramnya.
Sedangkan aurat budak wanita atau hamba sahaya yang paling dekat adalah bahwa auratnya seperti aurat wanita merdeka. Dalam shalat, dia seperti wanita merdeka. Karena kadang-kadang dia lebih cantik daripada wanita merdeka sehingga menimbulkan fitnah atas orang banyak. Aku telah mendengar Syaikh Ibnu Baaz Rahimahullah berbicara tentang hal itu.[10]
Yang dimaksud dari hal itu di sini adalah setiap aib dan kekurangan dalam sesuatu apa pun adalah aurat.
Ungkapan وَآمِنْ ‘amankan’, dari ungkapan Anda: أَمِنَ – يَاْمَنُ – مِنَ الأَمْنِ aman.
Ungkapan رَوْعَاتِى
‘kegalauanku’ adalah bentuk jamak dari رَوْعَة, yaitu satu kali dari rau’, yaitu
‘kekagetan’ dan ‘ketakutan’.
Ungkapan اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ ‘ya Allah, jagalah aku dari
sekitarku, dan seterusnya. Beliau memohon sudi kiranya Allah Ta’ala menjaga
beliau dari segala macam kerusakan yang sering muncul menghalangi anak Adam
ketika sedang lalai dari enam penjuru arah dengan ungkapan beliau: مِنْ بَيْنِ
يَدَيَّ ‘dari arah depanku’, وَمِنْ خَلْفِيْ ‘dari belakangku’, وَعَنْ يَمِيْنِيْ
‘dari kananku’, وَعَنْ شِمَالِيْ ‘dari kiriku’, dan وَمِنْ فَوْقِيْ ‘dari atasku’.
Apalagi dari godaan syetan. Dia adalah makhluk yang suka mengejutkan para hamba
Allah dengan klaim-klaimnya sebagaimana dalam firman-Nya,
ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ
“Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka.” (Al-A’raf/7: 17)
Ungkapan sedangkan dari arah atas, karena sebagian darinya menurunkan bala dan petir serta adzab.
Kemudian beliau menyebutkan arah yang keenam dengan ungkapan وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ ‘dan berlindung dengan kebesaran-Mu agar aku tidak terjebak dari bawahku’ adalah sebuah isyarat bahwa dari mana pun datangnya berbagai macam kehancuran apa pun. Lebih kejam dan lebih buruk musibah yang datang kepada seorang anak Adam dari arah bawah. Yang demikian seperti tanah amblas, karena tanah amblas terjadi dari arah bawah.
Sedangkan ungkapan أَنْ أُغْتَالَ ‘terjebaknya aku’. Ightiyal adalah sesuatu yang datang tiba-tiba dan tidak disadari atau kedatangan sesuatu yang tidak disukai yang tidak dia perhitungkan.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ
“Katakanlah: ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kaki-mu ….” (Al-An’am/6: 65).[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 261-267.
[1] Ditakhrij Abu Dawud,
(4/317), no. 5069; Al-Bukhari dalam Adab Al-Mufrad, no. 1201; An-Nasa’i, dalam
‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 9; Ibnu As-Sunni, no. 70; dan dihasankan Syaikh
Ibnu Baaz Isnadnya An-Nasa’i dan Abu Dawud dalam Tuhfah Al-Akhyar, hlm. 23.
[3] Ditakhrij Abu Dawud, (4/318), no. 5073; An-Nasa’i, ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 7; Ibnu As-Sunni, no. 41; Ibnu Hibban, (Mawarid) no. 2361 dan Ibnu Baaz menghasankan isnadnya, Tuhfah Al-Akhyar, hlm. 24. Dan telah didhaifkan Syaikh Al-Albani Rahimahullah. Lihat Al-Kalim Ath-Thayyib, no. 26.
[4] Abu Dawud, (4/324). no. 5090; Ahmad, (5/42), An-Nasa’i, dalam kitab Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 22, Ibnu As-Sunni, no. 69, Al-Bukhari dalam kilab Adab Al-Mufrad. Sanadnya dihasankan Al-Allamah Ibnu Baaz dalam kitab Tuhfah Al-Akhyar, hlm. 26. Juga ada yang dilemahkan Syaikh Al-Albani Rahimahullah. Lihat Dhaif Al-Jami’. no. 1210.
[5] Ditakhrij Ibnu As-Sunni, no. 71 dengan derajat marfu; Abu Dawud, (4/321), dengan derajat mauquf, no. 5081. Syuaib dan Abdul Qadir Al-Arnauth menyahihkan hadits ini. Lihat Zaad Al-Ma’ad, (2/376). Dan telah didhaifkan Syaikh Al-Albani Rahimahullah. Lihat Dhaif Abu Dawud.
[6] Abu Dawud, no.5074; Ibnu Majah, no.3871, Lihat Shahih Ibnu Majah,
(2/332).
[7] Tafsir Ibnu Katsir dari surat Al-Ahzab ayat 59. (Korektor).
[8] Al-Bukhari, no. 4750 (Korektor).
[9] At-Tirmidzi, no. 1173 dan dia berkata, “Ini adalah hadits hasan shahih”, dan
dishahihkan Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil, (1/303). (Korektor).
[10] (Korektor).
Download eBook Do'a dan Dzikir 6-10 |
Rewritten by : Rachmat Machmud end Republished by : Redaction Duta Asri Palem 3
| |
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini