Perhiasan Rumah yang di Benci dan Dilarang
Written By Rachmat.M.Flimban on Rabu, 23 Desember 2015 | Rabu, Desember 23, 2015
Related categories : Keluarga,Syari'at
Semoga Allah SWT Senantiasa memberi perlindungan dan pertolongan kepada kita semua.
RUMAH IDAMAN
TIDAK MELANGGAR SYARI'AT
Oleh : Ustadz Abu Aniisah Syahrul Fatwa bin Lukman حفظه الله
Lanjutan dari Artikel Rumah Idaman
Perhiasan Rumah yang di Benci dan Dilarang
YANG DIBENCI DAN DILARANG DARI PERHIASAN RUMAH
1. Alas Lantai
Boleh menutupi lantai dengan alas tikar, karpet, permadani, dan
lainnya sesuai dengan kebutuhan. Syaratnya, alas lantai tersebut tidak terbuat
dari sutra dan emas. Dari Jabir ibn Abdillah رضي الله عنهما bahwasanya
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
هَلْ لَكُمْ مِنْ أَنْمَاطٍ قُلْتُ وَأَنَّى يَكُونُ لَنَا
الْأَنْمَاطُ قَالَ أَمَا إِنَّهُ سَيَكُونُ لَكُمْ الْأَنْمَاطُ فَأَنَا أَقُولُ
لَهَا يَعْنِي امْرَأَتَهُ أَخِّرِي عَنِّي أَنْمَاطَكِ فَتَقُولُ أَلَمْ يَقُلْ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا سَتَكُونُ لَكُمْ
الْأَنْمَاطُ فَأَدَعُهَا
"Apakah kalian punya anmat?" Jabir menjawab, "Dari mana kami bisa
punya anmat?" "Sesungguhnya kalian nanti akan punya anmat." Jabir berkata,
"Kemudian aku berkata kepada istriku, 'Singkirkan anmat milikmu.' Istriku menjawab, 'Bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم
tadi bilang, sesungguhnya
kalian nanti akan punya anmat, maka aku biarkan anmat itu tetap terhampar.'" (HR
al-Bukhari: 3631, Muslim: 2083)
Al-Imam Muslim رحمه الله berkata, "Bab bolehnya mengambil anmat
(sejenis alas lantai)."1
Inilah dalil bolehnya alas lantai. Asalkan tidak terbuat dari
sutra atau emas. Dan sebagian ulama juga menjelaskan tidak bolehnya menjadikan
kulit binatang buas sebagai alas lantai, selimut, sarung bantal, dan sebagainya.
Dari Abu al-Malih ibn Usamah dari bapaknya dia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى
عَنْ لُبْسِ جُلُودِ الـسِّبَاعِ وَالرُّكُوْبِ عَلَيْهَا
"Rasulullah صلى الله عليه وسلم melarang dari memakai kulit
binatang buas dan mengendarai binatang buas."2
Dalam kitab I'anah al-Thalibin disebutkan, "Haram menjadikan
kulit binatang buas seperti singa sebagai alas hamparan."3
2. Menutup Dinding Dengan Kain dan Semisalnya
Syariat ini membolehkan agar Ka'bah ditutupi dengan kain sebagai
bentuk pengagungan terhadapnya. Dan hal ini tidak dibolehkan pada dinding yang
lain, baik tujuannya untuk perhiasan atau lainnya. Rasulullah صلى الله عليه وسلم
bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَـمْ يَأْمُرْنَا أَنْ نَكْسُوَ الْحِجَارَةَ
وَالطِّينَ
"Sesungguhnya Allah tidak memerintahkan kepada kita untuk
menutupi batu dan tanah." (HR Muslim: 2107)
Al-Imam al-Nawawi رحمه الله berkata, "Hadits ini tidak
menunjukkan haram, karena lafaznya hanya Allah tidak memerintahkan kepada kita';
lafaz semacam ini tidak menunjukkan wajib atau sunah dan juga tidak menunjukkan
haram. Hadits ini hanya menunjukkan makruh menutupi dinding dan selainnya dengan
penutup."4
Terlepas dari perselisihan ulama dalam masalah ini, alangkah
baiknya bagi seorang muslim untuk tidak menghiasi dinding rumahnya dengan
penutup berupa kain, wallpaper, dan selainnya kecuali karena ada kebutuhan
seperti untuk menolak panas, dingin, atau menutupi karena ada yang rusak dari
dindingnya. Allahu A'lam.5
3. Bel Lonceng
Dewasa ini sebagian rumah kaum muslimin telah diberi bel. Bahkan
bel tersebut sudah dimodifikasi dengan suara 'Assalamu'alaikum'. Hukum asal
menggunakan bel semacam ini dibolehkan selama tidak menggantikan syariat
mengucapkan salam sebelum bertamu.
Yang tidak boleh adalah menggunakan bel yang
bermusik atau bel lonceng yang menyerupai agama nonmuslim. Rasulullah صلى الله
عليه وسلم bersabda:
لَا تَصْحَبُ الْمَلَائِكَةُ رُفْقَةً فِيهَا كَلْبٌ وَلَا جَرَسٌ
"Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat anjing
dan lonceng." (HR Muslim: 2113)
Hadits ini menunjukkan dibencinya bahkan haram menggunakan bel,
lonceng yang menimbulkan suara yang mungkar seperti musik. Cukuplah suara bel
ini dengan suara yang ringan tidak bermusik. Allahu A'lam.6
4. Perabot Rumah Terbuat dari Emas dan
Perak
Syariat Islam mengharamkan bagi seluruh kaum lelaki dan wanita
makan dan minum dari bejana yang terbuat dari emas dan perak. Rasulullah صلى
الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَلْبَسُوا الْحَرِيرَ وَلَا الدِّيبَاجَ وَلَا تَشْرَبُوا فِي
آنِيَةِ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا فَإِنَّهَا لَهُمْ
فِي الدُّنْيَا وَلَنَا فِي الْآخِرَةِ
“Janganlah kalian memakai sutra, dan janganlah kalian minum dari
bejana yang terbuat dari emas dan perak dan jangan pula makan darinya. Karena
sesungguhnya hal itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk kita di
akherat.” (HR al-Bukhari: 5426, Muslim: 2067)
Hadits ini sangat jelas menunjukkan haramnya makan dan minum dari
bejana (seperti piring, gelas, dan lainnya) yang terbuat dari emas dan perak.
Hadits ini berlaku untuk lelaki dan wanita.7
5. Patung dan Foto
Telah menjadi keharusan bagi seorang muslim untuk tidak menghiasi
rumahnya dengan patung-patung atau gambar makhluk yang bernyawa, karena
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةُ
"Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya
terdapat anjing dan gambar." (HR al-Bukhari: 3322, Muslim: 2106)
Apabila gambar yang bernyawa saja dilarang apalagi patung! Apa
pun alasannya, haram bagi seorang muslim memajang patung.
Syaikh Muhammad ibn Shalih al-'Utsaimin رحمه الله mengatakan,
"Pendapat yang mengatakan haramnya menggambar dengan kamera adalah lebih
berhati-hati. Dan pendapat yang mengatakan bolehnya adalah lebih sesuai dengan
kaidah. Akan tetapi, pendapat yang membolehkan, disyaratkan apabila tidak
mengandung perkara yang haram. Apabila mengandung perkara yang haram seperti
memotret wanita ajnabi, atau memotret orang untuk digantung di kamar sebagai
kenang-kenangan atau disimpan dalam album untuk dilihat dan dikenang, maka hal
itu adalah haram karena mengambil gambar, foto, dan memanfaatkannya dalam
perkara yang bukan hina atau rendah, adalah haram menurut pendapat kebanyakan
ahli ilmu, sebagaimana sunah sahihah telah menunjukkan akan hal itu."8
Allahu A 'lam.
1. HR Muslim: 2083
2. HR Abu Dawud: 4132, al-Tirmizi:
1771. Dinilai sahih oleh al-Albani dalam al-Misykah no. 506.
3. I'anah al-Thalibin 1/79
4. Syarh Shahih Muslim 14/86
5. Lihat lebih luas permasalahan ini
dalam Fiqh al-Albisah wa al-Zinah hlm. 353-355, 'Abdul-Wahhab 'Abdussalam
Tawilah, cet. Dar al-Salam
6. I’anah al-Thalibin 1/82. Syarh Shahh
Muslim 14/95. Syarh al-Muwaththa' 5/343 al-Zarqani.
7. Lihat al-Mugni 1/77, al-Majmu’
1/289.
8. Majmu’ Fatawa wa Rasa'il Ibn
'Utsaimin 2/265-266.
Insya Allah, Postingan ini dapat mengantarkan Kejalan Kebenaran, Amin.
Rewritten by :
Rachmat Machmud.
end Republished by :
Administrasi - Duta Asri Palem 3
Print Article
Related Articles
Jika Anda menikmati artikel ini tinggal klik disini, atau berlangganan untuk menerima artikel terbaru .
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini