Semoga Allah SWT Senantiasa memberi perlindungan dan pertolongan kepada kita semua.
Faedah surat yasin
Pendakwah hanya menyampaikan,
Hidayah milik allah
Ingatlah,
sebagai pendakwah hanya menyampaikan sedangkan yang beri hidayah adalah Allah.
Mari kita ambil pelajaran dari bahasan surat Yasin berikut, yang rata-rata sudah
dihafalkan oleh kaum muslimin di negeri kita …
وَاضْرِبْ لَهُمْ
مَثَلًا أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَاءَهَا الْمُرْسَلُونَ (١٣) إِذْ أَرْسَلْنَا
إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّا
إِلَيْكُمْ مُرْسَلُونَ (١٤) قَالُوا مَا أَنْتُمْ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُنَا وَمَا
أَنْزَلَ الرَّحْمَنُ مِنْ شَيْءٍ إِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَكْذِبُونَ (١٥) قَالُوا
رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّا إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ (١٦) وَمَا عَلَيْنَا إِلَّا
الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
(١٧)
“Dan buatlah
bagi mereka suatu perumpamaan, yaitu penduduk suatu negeri ketika utusan-utusan
datang kepada mereka. (yaitu) ketika
Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya;
kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu
berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang diutus kepadamu.”
Mereka menjawab:
“Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami dan Allah Yang Maha Pemurah
tidak menurunkan sesuatupun, kamu tidak lain hanyalah pendusta belaka.”
Mereka berkata:
“Rabb kami mengetahui bahwa sesungguhnya kami adalah orang yang diutus kepada
kamu.”
Dan kewajiban
kami tidak lain hanyalah menyampaikan (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin:
13-17)
Penjelasan
Ayat
Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan permisalan suatu
negeri yang diutus dua orang utusan (rasul). Mereka berdakwah untuk mengajak
manusia supaya bisa beribadah pada Allah semata dan mengikhlaskan ibadah
pada-Nya. Mereka pun berdakwah untuk melarang dari kesyirikan dan maksiat.
Ada dua orang
yang telah diutus, lalu diutus lagi rasul yang ketiga, jadilah ada tiga utusan.
Tetap saja dakwah ditolak. Malah kaum yang didakwahi berkata, “Kami juga manusia
semisal kalian.” Maksud mereka, apa yang membuat para rasul lebih unggul
daripada mereka, padahal sama-sama rasul juga manusia. Namun para Rasul
mengatakan pada umatnya,
قَالَتْ لَهُمْ
رُسُلُهُمْ إِنْ نَحْنُ إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَمُنُّ عَلَى
مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ
“Rasul-rasul
mereka berkata kepada mereka: “Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu,
akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang Dia kehendaki di antara
hamba-hamba-Nya.” (QS. Ibrahim: 11)
Kaum tersebut
intinya masih mengingkari wahyu yang diturunkan dan mereka pun mendustakan para
rasul yang diutus. Namun rasul ketiga mengatakan, “Rabb kami Maha Tahu kalau
kami adalah utusan untuk kalian.” Maksudnya, kalau para rasul itu berdusta
tentu mereka akan mendapatkan siksa.
Tugas setiap
utusan (rasul) hanyalah memberikan penjelasan yang segamblang-gamblangnya sesuai
yang diperintahkan. Sedangkan untuk memberikan hukuman bukanlah tugas para rasul.
Jika yang dijelaskan itu diterima, maka itu adalah taufik dari Allah. Jika tidak
diterima dan yang didakwahi tetap dalam keadaan belum mendapat hidayah, maka
rasul utusan tak bisa bertindak apa-apa.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 734-735)
Ibnu Katsir
rahimahullah berkata,
يقولون إنما
علينا أن نبلغكم ما أرسلنا به إليكم، فإذا أطعتم كانت لكم السعادة في الدنيا
والآخرة، وإن لم تجيبوا فستعلمون غِبَّ ذلك ،والله أعلم.
“Utusan itu
berkata, sesungguhnya kami hanyalah menyampaikan apa yang mesti disampaikan pada
kalian. Jika kalian taat, maka kebahagiaan bagi kalian di dunia dan akhirat.
Jika tidak mau mengikuti, kalian pun sudah tahu akibat jelek di balik itu semua.
Wallahu a’lam.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 333)
Pelajaran lain
yang bisa diambil dari ayat di atas:
- Baiknya
memberikan perumpamaan ketika memberikan penjelasan. Dalam ayat yang dibahas
dijelaskan bahwa kalau Nabi Muhammad ditolak dakwahnya, maka itu juga
terjadi untuk rasul atau utusan yang lain.
- Orang kafir
sama miripnya dilihat dari zaman dan tempat, sama-sama sulit menerima
kebenaran.
- Orang kafir
telah diberikan peringatan dan penjelasan. Jika menolak, mereka akan
mendapatkan siksa. (Aysar At-Tafasir, hlm. 1068)
Hidayah Milik
Allah
Dalam shirah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dijelaskan bahwa paman Nabi -Abu Thalib-
biasa melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari gangguan kaumnya.
Perlindungan yang diberikan ini tidak ada yang menandinginya. Oleh karenanya
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam mengharapkan hidayah itu datang pada pamannya.
Saat menjeleng wafatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk pamannya
tersebut dan ingin menawarkan pamannya masuk Islam. Beliau ingin agar pamannya
bisa menutupi hidupnya dengan kalimat “laa ilaha illallah” karena kalimat inilah
yang akan membuka pintu kebahagiaan di akhirat. Berikut kisah yang disebutkan
dalam hadits.
Dari Ibnul
Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika menjelang Abu Thalib (paman Nabi -shallallahu
‘alaihi wa sallam-) meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menemuinya. Ketika itu di sisi Abu Thalib terdapat ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan
Abu Jahl. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada pamannya ketika itu,
أَىْ عَمِّ ،
قُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ
“Wahai
pamanku, katakanlah ‘laa ilaha illalah’ yaitu kalimat yang aku nanti bisa
beralasan di hadapan Allah (kelak).”
Abu Jahl dan
‘Abdullah bin Abu Umayyah berkata,
يَا أَبَا
طَالِبٍ ، تَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ
“Wahai Abu
Thalib, apakah engkau tidak suka pada agamanya Abdul Muthallib?” Mereka
berdua terus mengucapkan seperti itu, namun kalimat terakhir yang diucapkan Abu
Thalib adalah ia berada di atas ajaran Abdul Mutthalib.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan,
لأَسْتَغْفِرَنَّ
لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْهُ
“Sungguh aku
akan memohonkan ampun bagimu wahai pamanku, selama aku tidak dilarang oleh Allah”
Kemudian turunlah ayat,
مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ
“Tidak pantas
bagi seorang Nabi dan bagi orang-orang yang beriman, mereka memintakan ampun
bagi orang-orang yang musyrik, meskipun mereka memiliki hubungan kekerabatan,
setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
Jahanam” (QS. At-Taubah: 113)
Allah Ta’ala pun
menurunkan ayat,
إِنَّكَ لَا
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya
engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan taufiq) kepada
orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al-Qasshash: 56) (HR. Bukhari no. 3884)
Dari pembahasan
hadits di atas dapat disimpulkan hidayah itu ada dua macam:
- Hidayah
irsyad wa dalalah, maksudnya adalah hidayah berupa memberi petunjuk pada
orang lain.
- Hidayah
taufik, maksudnya adalah hidayah untuk membuat seseorang itu taat pada
Allah.
Hidayah pertama, bisa disematkan pada manusia. Contohnya pada firman Allah,
وَإِنَّكَ
لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan
sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”
(QS. Asy-Syura: 52). Memberi petunjuk yang dimaksud di sini adalah memberi
petunjuk berupa penjelasan. Ini bisa dilakukan oleh Nabi dan yang lainnya.
Namun untuk
hidayah kedua, yaitu hidayah supaya bisa beramal dan taat tidak dimiliki kecuali
hanya Allah saja. Seperti dalam firman Allah Ta’ala,
إِنَّكَ لَا
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak bisa memberikan hidayah (ilham dan
taufiq) kepada orang-orang yang engkau cintai” (QS. Al-Qasshash: 56)
لَيْسَ عَلَيْكَ
هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah
yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Baqarah:
272) (Lihat bahasan Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid, 1: 618 dan Hasyiyah Kitab At-Tauhid,
hlm. 141)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Aysar At-Tafasir li Kalam Al-‘Aliyyi Al-Kabir. Cetakan pertama, tahun 1419 H.
Syaikh Abu Bakr Jabir Al-Jazairi. Penerbit Maktabah Adhwa’ Al-Manar.
Hasyiyah Kitab At-Tauhid. Cetakan keenam, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Qasim Al-Hambali An-Najdi.
Tafsir Al-Qur’an Al-Karim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
Tafsir As-Sa’di (Taisir Al-Karim Ar-Rahman). Cetakan kedua, tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid fi Syarh Kitab At-Tauhid. Cetakan kedua, tahun 1429 H. Syaikh Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahhab. Penerbit Dar Ash-Shami’iy.
Insya Allah, Artike ini dapat mengantarkan Kejalan Kebenaran, Amin.
Print Article
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini