Kategori :Bahasan Utama
Pemimpin haruslah amanat.
Namun sifat amanat ini sangat kurang untuk saat ini, bahkan walau kepalanya
dibaluti sorban atau jidatnya nampak bekas shalat. Sungguh, musibah di akhir
zaman. Perhatikan nasehat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Abu Dzar
berikut ini.
Abu Dzarr berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنِّى
أَرَاكَ ضَعِيفًا وَإِنِّى أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِى لاَ تَأَمَّرَنَّ
عَلَى اثْنَيْنِ وَلاَ تَوَلَّيَنَّ مَالَ يَتِيمٍ
“Wahai Abu Dzarr,
sesungguhnya aku melihatmu adalah orang yang lemah dan aku sangat senang
memberikanmu apa yang aku senangi untuk diriku sendiri. Janganlah engkau menjadi
pemimpin atas dua orang dan janganlah pula engkau mengurusi harta anak yatim.”
(HR. Muslim no. 1826).
Dari Abu Dzarr pula, ia
berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak memberiku kekuasaan?” Lalu
beliau memegang pundakku dengan tangannya, kemudian bersabda,
يَا أَبَا ذَرٍّ إِنَّكَ
ضَعِيفٌ وَإِنَّهَا أَمَانَةٌ وَإِنَّهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ خِزْىٌ وَنَدَامَةٌ
إِلاَّ مَنْ أَخَذَهَا بِحَقِّهَا وَأَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ فِيهَا
“Wahai Abu Dzarr,
sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah. Dan kekuasaan itu adalah amanah,
dan kekuasaan tersebut pada hari kiamat menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali
bagi orang yang mendapatkan kekuasaan tersebut dengan haknya dan melaksanakan
kewajibannya pada kekuasaannya itu.” (HR. Muslim no. 1825).
Imam Nawawi membawakan
dua hadits di atas dalam kitab Riyadhus Sholihin pada Bab “Larangan meminta
kepemimpinan dan memilih meninggalkan kekuasaan apabila ia tidak diberi atau
karena tidak ada hal yang mendesak untuk itu.”
Hadits di atas
menunjukkan bahwa tidak layak kepemimpinan atau kekuasaan diberikan pada orang
yang lemah yang tidak punya kapabilitas, bukan ahli di dalamnya. Namun boleh
menerima kekuasaan jika diberikan oleh khalifah atau oleh majelis yang bertugas
untuk menunjuk penguasa yang capable.
Point penting yang patut
dicatat bahwa kepemimpinan dan kekuasaan adalah amanat yang berat dan berbahaya.
Siapa yang diberi amanat seperti ini hendaklah ia benar-benar menjalankannya dan
jangan bersifat khianat. Jika ia menjalaninya dengan benar dan punya kapabilitas
di dalamnya, maka ia akan mendapatkan keutamaan yang besar berupa naungan Allah
pada hari kiamat kelak.
Hanya Allah yang memberi
taufik.
Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh
Riyadhis Sholihin, Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi,
cetakan pertama, tahun 1430 H, 1: 663-664.
Sumber Artikel Blog Muslim.Or.Id, dipublikasi
ulang oleh
Mushola Nurul Iman
Silakan menyebarkan risalah ini dalam
bentuk apa saja selama menyebutkan sumber, tidak merubah content dan makna serta
tidak untuk tujuan komersial
|
Print Article
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini