Kategori :Bahasan Utama
Inilah yang dinasehatkan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada ‘Abdurrahman bin Samurah, “Janganlah engkau meminta
kekuasaan.” Apa masalahnya jika meminta kekuasaan atau gila kedudukan seperti
yang kita saksikan saat ini pada para caleg?
Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
يَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ لاَ تَسْأَلِ الإِمَارَةَ ،
فَإِنَّكَ إِنْ أُعْطِيتَهَا عَنْ مَسْأَلَةٍ وُكِلْتَ إِلَيْهَا ، وَإِنْ
أُعْطِيتَهَا عَنْ غَيْرِ مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عَلَيْهَا
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau
meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa
memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi
kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan
tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7146 dan Muslim no. 1652)
Imam Nawawi membawakan hadits di atas dalam kitab
Riyadhus Sholihin pada Bab “Larangan meminta kepemimpinan dan memilih
meninggalkan kekuasaan apabila ia tidak diberi atau karena tidak ada hal yang
mendesak untuk itu.”
Ibnu Hajar berkata, “Siapa yang mencari kekuasaan
dengan begitu tamaknya, maka ia tidak ditolong oleh Allah.” (Fathul Bari, 13:
124)
Beliau berkata pula, “Siapa saja yang tidak
mendapatkan pertolongan dari Allah, maka ia tidak akan diberi kemudahan untuk
menjalankan kepemimpinannya. Permintaan untuk jadi pemimpin (dengan penuh tamak)
seperti ini tidak perlu dipenuhi. Namun perlu diketahui bahwa setiap
kepemimpinan tentu saja akan mengalami kesulitan. Karenanya jika tidak dapat
pertolongan dari Allah, maka sulit menjalani kepemimpinan tersebut.” (Idem)
Al Muhallab berkata, “Meminta kepemimpinan di sini
tidak dibolehkan ketika seseorang tidak punya kapabilitas di dalamnya. Termasuk
pula tidak dibolehkan jika saat masuk dalam kekuasaan, ia malah terjerumus dalam
larangan-larangan agama. Namun siapa saja yang berusaha tawadhu’ (rendah hati),
maka Allah akan meninggikan derajatnya.” (Idem, 13: 125)
Ibnu At Tiin mengatakan, “Larangan meminta kekuasaan
ini berlaku secara umum. Namun ada kasus tertentu seperti pada kisah Nabi Yusuf
yang beliau masih meminta kekuasaan sebagaimana disebut dalam ayat,
اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ الْأَرْضِ
“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir).” (QS.
Yusuf: 55).
Begitu pula terdapat pada Nabi Sulaiman,
وَهَبْ لِي مُلْكًا
“Dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan.” (QS. Shad:
35).
Ibnu At Tiin berkata bahwa larangan meminta kekuasaan
seperti itu berlaku untuk selain Nabi. (Idem)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Siapa saja yang
meminta kekuasaan, maka pertolongan Allah tidak bersamanya. Dalam
kepemimpinannya tidak mendapatkan kecukupan (kemudahan) dari Allah.” (Syarh
Shahih Muslim, 11: 104).
Semoga bermanfaat
Referensi:
-
Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, Yahya
bin Syarf An Nawawi, terbitan Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1433 H.
-
Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar
Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat tahun 1432 H.
Disalin Dari Blog Muslim.Or.Id, dipublikasi
ulang oleh
Mushola Nurul Iman
Silakan menyebarkan risalah ini dalam
bentuk apa saja selama menyebutkan sumber, tidak merubah content dan makna serta
tidak untuk tujuan komersial
|
Print Article
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini