Profil Kabupaten Tangerang
“Satya Karya Kerta Raharja”
Dengan dasar kesetiaan kepada Pancasila dan ketaatan kepada pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia disertiai doa dan kerja keras, kita wujudkan masyarakat adil makmur fisik material mental spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
SEJARAH TERBENTUKNYA KABUPATEN TANGERANG
Sejarah Kabupaten Tangerang
Dalam riwayat diceritakan, bahwa saat Kesultanan Banten terdesak oleh Agresi Militer Belanda pada pertengahan abad ke-16, diutuslah tiga maulana yang berpangkat Tumenggung untuk membuat perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan dengan Batavia. Ketiga Tumenggung itu adalah, Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Jaya Santika. Mereka segera membangun basis pertahanan dan pemerintahan di wilayah yang kini dikenal sebagai kawasan Tigaraksa.
Jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal-bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu. Seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian Barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng.
Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda.
Prasasti yang tertera di tugu tersebut ditulis dalam huruf Arab ”gundul” berbahasa Jawa kuno yang berbunyi ”Bismillah pget Ingkang Gusti/Diningsun juput parenah kala Sabtu/Ping Gangsal Sapar Tahun Wau/Rengsena perang netek Nangaran/Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian/Sakabeh Angraksa Sitingsun Parahyang”.
Yang berarti ”Dengan nama Allah Yang Maha Kuasa/Dari Kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu/Tanggal 5 Sapar Tahun Wau/Sesudah perang kita memancangkan tugu/untuk mempertahankan batas Timur Cipamungas (Cisadane) dan Barat Cidurian/Semua menjaga tanah kaum Parahyang. Sebutan ”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama-kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.
Dikisahkan,bahwa kemudian pemerintahan ”Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau ”Tilu Tanglu” tersebut tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian antara Pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk ke kekuasaan Penjajah Belanda. Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten di bawah pimpinan seorang bupati.
Para bupati yang pernah memimpinan Kabupaten Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.
Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tidak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda mengahpus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia. Kemudian Belanda membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang-orang kaya di Batavia, yang merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk membantu usaha pertahanannya, terutama sejak kekalahan armadanya di dekat Mid-Way dan Kepulauan Solomon.
Asal Usul Nama Tangerang
Menurut cerita legenda setempat yang telah menjadi pengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tangerang berasal dari dua kosa kata atau bahasa setempat, atau lokasi yang berbentuk tugu dari kayu bambu atau tembok. Perang berarti perang, peperangan, pertempuran. Jadi Tangerang mempunyai arti tugu, batas pertempuran, tugu tersebut lazimnya oleh masyarakat disebut benteng atau batas daerah, wilayah yang dikuasai oleh Kesultanan Banten di sebelah sungai. Wilayah yang dikuasai Kompeni Belanda di sebelah timur Sungai Cisadane.
Sesungguhnya penduduk Tangerang dan Jakarta dahulu lebih mengenal Tangerang dengan sebutan Benteng dari pada istilah Tangerang untuk nama daerah Tangerang sekarang ini, walaupun berdasarkan sumber yang tidak otentik.
Sedangkan istilah Tangerang sebagai nama daerah baru dikenal masyarakat luas sekitar tahun 1712 (Thohirruddin, 1971:22)Terbentuknya Kabupaten Tangerang
Kemudian pada tanggal 29 April 1943 dibentuklah beberapa organisasi militer, diantaranya yang terpenting ialah Keibodan (barisan bantu polisi) dan Seinendan (barisan pemuda). Disusul pemindahan kedudukan Pemerintahan Jakarta ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M. Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera.
Seiring dengan status daerah Tangerang ditingkatkan menjadi Daerah Kabupaten, maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibu Kota.
Di wilayah Pulau Jawa pengelolaan pemerintahan didasarkan pada Undang-undang nomor 1 tahun 1942 yang dikeluarkan setelah Jepang berkuasa. Undang-undang ini menjadi landasan pelaksanaan tata Negara yang azas pemerintahannya militer.
Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, diserahi tugas untuk membentuk pemerintahan militer di Jawa, yang kemudian diangkat sebagai gunseibu. Seiring dengan hal itu, pada bulan Agustus 1942 dikeluarkan Undang-undang nomor 27 dan 28 yang mengakhiri keberadaan gunseibu.
Berdasarkan Undang-undang nomor 27, struktur pemerintahan militer di Jawa dan Madura terdiri atas Gunsyreikan (pemerintahan pusat) yang membawahi Syucokan (residen) dan dua Kotico (kepala daerah istimewa). Syucokan membawahi Syico (walikota) dan Kenco (bupati). Secara hirarkis, pejabat di bawah Kenco adalah Gunco (wedana), Sonco (camat) dan Kuco (kepala desa).
Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan peringatan Hari Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta.
Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten. Perubahan status ini didasarkan pada dua hal; pertama,
kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kota praja), dan kedua, pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya luas.
Atas dasar hal tersebut, Gunseikanbu mengeluarkan keputusan tanggal 9 November 1943 yang isinya: ”Menoeroet kepoetoesan Gunseikan tanggal 9 boelan 11 hoen syoowa 18 (2603) Osamu Sienaishi 1834 tentang pemindahan Djakarta Ken Yakusyo ke Tangerang, maka dipermakloemkan seperti di bawah ini: Pasal 1: Tangerang Ken Yakusyo bertempat di Kota Tangerang, Tangerang Son, Tangerang Gun, Tangerang Ken. Pasal 2: Nama Djakarta Ken diganti menjadi Tangerang Ken. Atoeran tambahan Oendang-Oendang ini dimulai diberlakukan tanggal27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta, tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta Syuutyookan.
Sejalan dengan keluarnya surat keputusan tersebut, Atik Soeardi yang menjabat sebagai pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat, diangkat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944).
Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988- 1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984).
Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibukota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
KEADAAN PENDUDUK
Kabupaten Tangerang yang memiliki luas wilayah 959,6 kilometer memiliki penduduk sebanyak 2.838.621 Jiwa dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.454.914 jiwa sedangkan perempuan 1.383.707. Kabupaten Tangerang di sebelah Utara berbatasan dengan laut jawa, wilayah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor, wilayah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang dan di wilayah Timur berbatasan dengan Kota Tangerang. Kabupaten Tangerang memiliki 29 Kecamatan, 28 Kelurahan dan 246 Desa. Sebagai daerah sentra industri, keterlibatan penduduk dalam sektor ekonomi di Kabupaten Tangerang sebagian besar bekerja pada sektor industri. Dalam kenyataannya sektor industri lebih banyak menyerap lapangan pekerjaan dibanding sektor-sektor lainnya.
Pada tahun 2006, Persentase angkatan kerja juga masih didominasi kalangan laki-laki sebesar 66,4% sedangkan perempuan hanya 33,6%. Dari angka ini laki-laki yang bekerja mencapai 80,1% dan perempuan hanya 23,9%. Namun untuk persentase yang menganggur atau mencari pekerjaan dari kalangan laki-laki juga lebih besar dibanding perempuan, yaitu 51% berbanding 49%. Sebaliknya persentase bukan angkatan kerja didominasi perempuan, dimana mayoritas sebagai pengurus rumah tangga yaitu sebesar 47,6% dibanding 0,6% namun yang sekolah sedikit lebih besar laki-laki yaitu 23,6% dan perempuan sebesar 19,6%. Selain itu, penduduk Kabupaten Tangerang juga bermatapencaharian sebagai petani, khususnya di wilayah Utara.
KEADAAN SOSIAL BUDAYA
Masyarakat Kabupaten Tangerang memiliki kultur budaya campuran Betawi dan Priangan. Masyarakat Kabupaten Tangerang berbahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Sunda sebagai bahasa daerah. Ada juga bahasa Jawa yang merupakan bahasa pendatang dari luar Kabupaten Tangerang yang umumnya para pekerja di kawasan industri Kabupaten Tangerang.
Sampai dengan tahun 2002, dari 651.254 KK yang ada di Kabupaten Tangerang, mereka yang dikategorikan sebagai penduduk pra sejahtera sebanyak 105.245 KK, sejahtera I sebanyak 156.953 KK, sejahtera II sebanyak 206.040 KK, sejahtera III sebanyak 130.356 KK dan sejahtera III Plus sebanyak 52.660 KK.
Masyarakat Kabupaten Tangerang termasuk masyarakat yang dinamis dan gemar akan kesenian. Karakter kesenian yang ada di Kabupaten Tangerang adalah perpaduan antara seni budaya Betawi dan Priangan. Beberapa kesenian yang berkembang sampai saat ini adalah Seni Musik Gambang Keromong dan Tari Cokek yang merupakan tarian pergaulan yang banyak berkembang di kawasan Teluknaga dan Kosambi.
POTENSI PARIWISATA
Kabupaten Tangerang memiliki beragam tempat wisata, diantaranya wisata pantai dadap yang terletak di teluknaga sekaligus berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta, pantai pulau cangkir yang terletak di Kecamatan Kronjo terdapat tempat penziarahan atau makam keramat pangeran jaga lautan. Para wisatawan selain hendak menikmati alam pantai juga berziarah ke makam tersebut, pantai tanjung kait terletak di Kecamatan Mauk juga banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah, dan pantai tanjung pasir yang menyediakan resort dan tempat pemancingan alam. Selain itu, Kabupaten Tangerang juga terkenal dengan tempat wisata rekreasi dan belanja di Citra Raya Kecamatan Cikupa. Para wisatawan dapat menemukan berbagai tempat perbelanjaan di kawasan Citra Raya Kecamatan Cikupa.
Pengembangan pariwisata di Kabupaten Tangerang khususnya untuk wisata alam dan wisata budaya belum dikelola secara Profesional dengan skala usaha industri kepariwisataan. Kabupaten Tangerang memiliki garis pantai sepanjang 51 km merupakan peluang bagi para investor yang bergerak dibidang kepariwisataan dan pengembangan industri.
GUNAWAN RUSMINTO, AP, M.SI
NIP. 19741004 199402 1 002
POSTINGAN POPULER.
di salin dari Sumber; https://biropemkesra.bantenprov.go.id/profil-kabupaten-tangerang
Penulis Salinan; Rachmat.M
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini