Home » , , , » Fiqih “Nongkrong”

Fiqih “Nongkrong”

Written By Rachmat.M.Flimban on Senin, 06 Oktober 2014 | Senin, Oktober 06, 2014

Related categories : Akhlaq dan Nasehat, fikih, fikih muamalah, gaul, majelis ta'lim, majlas, muamalah, nongkrong

Transcribed on: 30 September 2014,

Istilah nongkrong atau majlas (dalam istilah sebagian keturunan Arab di Indonesia) atau kongkow (dalam bahasa Betawi gaul) yang maksudnya adalah membuat majelis atau duduk-duduk santai sambil membicarakan sesuatu, tentunya ini sudah tidak asing lagi bagi kita, terutama kawula muda. Budaya ini hampir tidak bisa dilepaskan dari keseharian masyarakat Indonesia. Kata orang jawa “mangan ra mangan waton kumpul” artinya apapun kondisinya, ada makanan ataupun tidak yang penting bisa duduk berkumpul. Tempatnya terkadang di pinggir jalan, kafe, warung kopi, kosan dll. Hanya saja aktifitas ini -pada umumnya- cenderung tidak memberikan manfaat apa-apa, bahkan tak jarang aktifitas ini tanpa disadari berubah menjadi ladang dosa.

Agar aktifitas nongkrong ini bisa menjadi ladang pahala atau tidak berubah menjadi ladang dosa, sebaiknya fahami dan amalkan fiqih yang mencakup adab-adab nongkrong di bawah ini.

  1. Pastikan niat nongkrong-nya ikhlas karena Allah, yaitu semata-mata ingin bertemu ikhwah fillah untuk duduk sejenak mengingat Allah. Sebagaimana ajakan Muadz kepada sahabatnya:

    إجلس بنا نؤمن ساعة

    “Marilah duduk sejenak bersama kita untuk beriman sesaat“

  2. Jaga lisan dari perkataan sia-sia yang mengandung dusta dan kebathilan apalagi sampai melukai lawan bicara. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

    مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت

    Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq alaihi)

    الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

    Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari)

  3. Jauhi Ghibah dan namimah.

    عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ قَالَ إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدْ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

    Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Tahukah kalian, apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab, ‘Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.’ Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘(ghibah itu) engkau membicarakan sesuatu yang terdapat dalam diri saudaramu mengenai sesuatu yang tidak dia sukai. Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah.., bagaimana pendapatmu jika yang aku bicarakan benar-benar ada pada diri saudaraku? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjawab, jika yang kau bicarakan ada pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah mengghibahinya. Sedangkan jika yang engkau bicarakan tidak terdapat pada diri saudaramu, maka engkau sungguh telah memfitnahnya” (HR. Muslim)

  4. Jauhi canda yang dusta. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

    وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ

    Celakalah bagi orang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat orang laintertawa. Celakalah dia, celakalah dia” (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi)

  5. Pilih topik pembicaraan yang mengandung manfaat. Imam Al-Mawardi mengatakan: “Ketahuilah.. Sebuah pembicaraan memiliki syarat-syarat dimana seorang pembicara tidak akan selamat dari kesalahan kecuali dengan merealisasikan syarat-syarat tersebut. Syarat-syarat tersebut ada empat:

    1. Hendaklah pembicaran tersebut karena suatu keperluan, baik untuk mengambil manfaat atau mencegah keburukan.

    2. Pembicaraan tersebut sebaiknya disampaikan pada tempatnya dengan memperhatikan sikon yang tepat.

    3. Berbicara seperlunya

    4. Memilih bahasa yang tepat saat berbicara. (Adab Ad-Dunya Wa Ad-Din: 275)

  6. Bagi porsi bicara dengan kawan nongkrong anda, jagan hanya mau di dengar saja, jadilah pendengar yang baik juga.

  7. Jangan berbicara pada sesuatu yang bukan keahlian kita.

  8. Jangan berlama-lama saat nongkrong, sebab terkadang waktu nongkrong yang lama dapat menyeret kita pada hal-hal yang dilarang. Imam Az-Zuhri mengatakan,

    إذا طال المجلس كان للشيطان فيه نصيب

    Bila waktu bermajelis mulai panjang, maka syaithan punya bagian dalam majelis tersebut” (Al-Hilyah)

  9. Ingat.. Semua yang kita ucapkan tercatat rapi disisi-Nya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Allah azza wa jalla berfirman:

    مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

    Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’ (QS: Qaf :18)

    إنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا

    ‘Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban’ (QS: Al-Isra’:36)

  10. Bagi yang biasa nongkrong di jalanan ingat sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berikut ini:

    إيـــاكم والجـلـوس على الطرقات, قــالـوا : يا رســـول الله, مـالنـا بدمن مجلسنا, نتحدث فيها, قال فأما اذا ابيتم فأعـطـوا الطـــــريق حقه. قالوا : وما حقه؟ قال : غض البصر, وكف الاذى, وردالسلام, والامر بالمعــــروف, والنهــــي عن المنكر

    Jauhkanlah oleh kalian duduk di jalan-jalan.” Mereka berkata: ya rasulullah! Kami tidak ada jalan keluar (pilihan). Tepi jalan itu adalah majlis kami yang kami dapat berbincang-bincang padanya” Rasulullah menjawab: “jika kamu enggan, maka berilah kepada jalan itu haknya”. Mereka bertanya: apakah haknya? Rasul menjawab : menundukan pandangan dan tidak mengganggu dan membalas salam serta amar ma’ruf dan nahi munkar.
    Dari hadits nabi diatas dapat kita simpulkan, bahwa nongkrong atau duduk-duduk ditepi jalan itu dibolehkan bila memenuhi kriteria berikut ini:

    1. menundukan pandangan

    2. tidak mengganggu pengguna jalan

    3. menjawab salam

    4. memerintahkan kepada kebaikan

    5. melarang kemungkaran

  11. Catatan: Bagi sahabat fillah yang belum bisa memenuhi kriteria diatas sebaiknya jangan nongkrong di tepi jalan.

  12. Jauhi ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan wanita)

  13. Nah agar aktifitas nongkrong lebih sempurna, tutup dengan membaca do’a kaffaratul majelis. Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oelha Abu Barzah Al-Aslami radhiyallahu ’anhu bahwa “Bila Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam hendak beranjak dari suatu majelis beliau membaca:

    سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

    /Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu allaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaika/
    “Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagiMu, aku bersaksi bahwa tiada ilah selain Engkau aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu”. Seorang sahabat berkata: “Ya Rasulullah, engkau telah membaca bacaan yang dahulu tidak biasa engkau baca?” Beliau menjawab: “Itu sebagai penebus dosa yang terjadi dalam sebuah majelis.” (HR Abu Dawud 4217)

Sekian, semoga bermanfaat. ..

Madinah 25 Dzulqa’dah 1435 H

Sources of articles by : Muslim.Or.Id and authors by : 

Rewritten by : Rachmat Machmud  end Republished by : Redaction Duta Asri Palem 3

Kembali Keatas

|
Print Friendly and PDFPrint Article
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini

Total Tayangan Halaman

Translate to your language


Negara Pengunjung

Flag Counter

KALENDER HIJRIYAH



 
Support : Link Palem 3 | Al Islam | 4 Muslim
Copyright © 2013. Mushola Nurul Iman - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger
-->