Home » , » Pungutan Liar Termasuk Dosa Besar

Pungutan Liar Termasuk Dosa Besar

Written By Rachmat.M.Flimban on Jumat, 18 Juli 2014 | Jumat, Juli 18, 2014

Category  : Fiqh dan Muamalah, pajak, pungli, risywah, sogok, suap

Imam Adz Dzahabi ternyata memasukkan pungutan liar dalam kitab beliau Al Kabair yang membicarakan tentang dosa-dosa besar. Pungutan liar (makes) di sini biasa dimaksudkan untuk pemungutan dalam jual beli.

Di antara dalil yang beliau bawakan untuk menunjukkan bahwa pungutan liar termasuk dalam Al Kabair yaitu firman Allah Ta’ala,

إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih” (QS. Asy Syura: 42).

Di dalam hadits, tentang seorang perempuan yang melakukan zina yang kemudian menyucikan dirinya dengan menyerahkan dirinya untuk dirajam,

لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ

Perempuan itu telah bertaubat dengan taubat yang andai dilakukan oleh pemungut liar, niscaya akan diampuni baginya.” (HR. Muslim no. 1695)

Setelah membawakan dua dalil di atas, Imam Adz Dzahabi berkata bahwa orang yang melakukan pungutan liar mirip dengan perampok jalanan yang lebih jahat daripada pencuri. Orang yang menzalimi orang lain dan berulang kali memungut upeti, maka dia itu lebih zalim dan lebih jahat daripada orang yang adil dalam mengambil pungutan dan penuh kasih sayang pada rakyatnya. Orang yang mengambil pungutan liar, pencatat dan pemungutnya, semuanya bersekutu dalam dosa, sama-sama pemakan harta haram. Demikian kata Imam Adz Dzahabi dalam Al Kabair.

Imam Nawawi juga menyatakan bahwa pungutan liar adalah sejelek-jeleknya dosa. Karena pungutan semacam ini hanyalah menyusahkan dan menzalimi orang lain. Pengambilan pungutan atau upeti seperti ini terus berulang dan itu hanyalah pengambilan harta dengan jalan yang tidak benar, penyalurannya pun tidaklah tepat. Lihat Syarh Shahih Muslim.

Hanya Allah yang beri taufik.

Disusun di siang hari, 1 Sya’ban 1435 H di Pesantren Darush Sholihin

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id


Mencium Istri, Batalkah Puasa?

Bahasan Utama, pembatal puasa

Posted: 29 May 2014 09:37 PM PDT

Apakah mencium istri dapat membatalkan puasa?

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa bercumbu atau mencium istri tidak membatalkan puasa selama tidak keluar mani”.(Syarh Shahih Muslim, 7: 215)

Dari Jabir bin ‘Abdillah, dari ‘Umar bin Al Khaththab, beliau berkata,

هَشَشْتُ يَوْما فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْراً عَظِيماً قَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَرَأَيْتَ لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ ». قُلْتُ لاَ بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَفِيمَ »

“Pada suatu hari aku rindu dan hasratku muncul kemudian aku mencium istriku padahal aku sedang berpuasa, maka aku mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku berkata, “Hari ini aku melakukan suatu kesalahan besar, aku telah mencium istriku padahal sedang berpuasa” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana pendapatmu jika kamu berpuasa kemudian berkumur-kumur?” Aku menjawab, “Seperti itu tidak mengapa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Lalu apa masalahnya?” (HR. Ahmad 1: 21. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Ulama Al Lajnah Ad Daimah pernah ditanya, “Jika ada yang mencumbu istrinya di siang hari bulan Ramadhan tanpa bersetubuh, namun keluar mani di luar, bagaimana hukum dalam masalah tersebut?

Jawab para ulama di Komisi Fatwa tersebut, “Jika mencumbu istri tanpa adanya jima’ (hubungan intim) ketika dalam keadaan berpuasa Ramadhan, namun keluar mani, maka puasanya batal. Lalu saat itu yang melakukannya mesti menahan diri dari berbagai pembatal puasa hingga tenggelam matahari, kemudian puasa hari tersebut diganti dan banyaklah memohon ampun pada Allah karena kesalahan tersebut. Namun kesalahan ini tidak dikenai kewajiban kafarah (tebusan).

Seharusnya yang menjalani puasa benar-benar menjaga diri dari hal-hal yang dapat membatalkan dan merusak puasanya. Orang yang berpuasa mesti meninggalkan berbagai syahwat, makanan dan minuman karena Allah sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga shalawat dan salam tercurah pada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.” (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah no. 18647, 9: 156)

Hanya Allah yang memberi taufik.

Disusun di Pesantren DS, 30 Sya’ban 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id


Publisher of the article by :Muslim.Or.Id

Rewritten by : Rachmat Machmud  end Republished by : Redaction

Kembali Keatas

Print Friendly and PDFPrint Article
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini

Total Tayangan Halaman

Translate to your language


Negara Pengunjung

Flag Counter

KALENDER HIJRIYAH



 
Support : Link Palem 3 | Al Islam | 4 Muslim
Copyright © 2013. Mushola Nurul Iman - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger
-->