Ibadah haji bagi sebagian besar
kaum muslimin, mungkin merupakan ibadah sekali seumur hidup. Oleh karena itu,
sudah semestinya para jamaah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menjalankan
ibadah haji yang sesuai dengan sunnah dan petunjuk Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam. Semua orang ingin hajinya mabrur dan dosanya maghfur. Wajar
saja, karena semua orang tahu bahwa haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali
surga.
Tidak ada yang mengetahui kalau
musim haji tahun ini adalah kesempatan terakhir baginya untuk menjadi “Dhuyuuf
Ar-Rahmaan”(tamu-tamu Allah). Maka dari itu, sudah sepantasnyalah seorang muslim
bertafaqquh (memahami) manasik yang akan ia tempuh. Jangan sampai ia terjatuh
dalam kesalahan dan pelanggaran. Jika ini merupakan kesempatan terakhir, kapan
kiranya ia hendak mengulangi dan memperbaikinya lagi?
Tulisan ini merupakan wujud
keprihatinan penulis terhadap fenomena beragama yang semakin jauh dari praktek
para pendahulunya (baca:As-Salaf Ash-Shaalih), khususnya dalam fiqh manasik.
Penulis melihat masih banyak kesalahan yang terus berulang dari tahun ke tahun
yang dilakukan oleh sebagian besar jamaah haji. Penulis merasa perlu untuk
mengingatkan dan memberikan nasihat kepada kaum muslimin. Penulis sangat
menyadari bahwa di sana sudah banyak usaha pelurusan dan peringatan terhadap
kesalahan-kesalahan yang dimaksud, baik itu dituangkan dalam bentuk tulisan,
maupun disuarakan lewat majelis pengajian. Namun berbekal semangat menjadikan
usaha sederhana ini sebagai tabungan amal di akhirat kelak, maka penulis
memberanikan diri untuk mencorat-coret lembaran kertas ini seraya berharap
kepada Rabb Jalla wa ‘Alaa agar menjadikannya ikhlas karenaNya dan hanya
mengharap WajahNya semata-mata. Innahuu samii’un mujiib.
Semoga tulisan yang ringkas ini
bermanfaat bagi penulis dan pembacanya.
Menjadikan Jeddah sebagai miqat
Di antara kesalahan jamaah haji (khususnya dari Indonesia) adalah menjadikan Jeddah [1] sebagai miqat.
Untuk memahami masalah ini, perlu
dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:
-
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا
اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah, jika kalian terhalang (dari melaksanakannya), maka sembelihlah hadyu yang mudah didapat.” (Qs. Al-Baqarah: 196)
Mak-hul [2] berkata, “Menyempurnakannya adalah dengan cara memulainya dari
miqat.” [3]
-
Allah juga berfirman,
الْحَج أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَج فَلَا رَفَثَ
وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحج
“Haji itu pada bulan-bulan tertentu. Barangsiapa yang wajib haji baginya
pada bulan-bulan tersebut, maka ia tidak boleh berkata-kata kotor, tidak
boleh berbuat maksiat, dan tidak boleh berbantah-bantahan dalam ibadah
haji.” (Qs. Al-Baqarah: 197)
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata menafsirkan kata “fusuuq”dalam
ayat di atas , “Maksudnya adalah maksiat.” [4]
Maksiat itu sendiri definisinya adalah lawan dari ketaatan, baik tidak
melaksanakan apa yang diperintah atau melanggar apa yang dilarang. [5]
-
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
خذوا عني مناسككم
“Ambillah dariku tatacara manasik kalian.” (HR. Muslim, no. 1297)
-
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah
menentukan miqat-miqat [6]. Al-Imam Al- Bukhari meriwayatkan hadits dari
Ibnu Abbasradhiyallaahu ‘anhuma, dia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَّتَ لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ، وَلِأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَلِأَهْلِ
نَجْدٍ قَرْنًا، وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، وَقَالَ: هُنَّ لَهن
وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ الحَجَّ
وَالعُمْرَةَ، وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ، فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ حَتَّى
أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ “
“Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan miqat
Dzulhulaifah bagi penduduk Madinah, Al-Juhfah bagi penduduk Syam, Qarn
Al-Manaazil bagi penduduk Najd, dan Yalamlam bagi pendudukYaman. Beliau
bersabda, “Miqat-miqat itu untuk para penduduknya dan untuk orang yang
melewatinya walaupun bukan penduduknya yang ingin melaksanakan haji atau
umrah. Adapun orang yang berada di daerah sebelum miqat (dari Makkah – pen)
maka ihramnya dari tempat tinggalnya, sebagaimana penduduk Makkah berihram
dari Makkah.” (HR. Al-Bukhari, no.1524)
Miqat adalah tempat memulai
ihram. Seorang muslim yang akan menunaikan ibadah haji dan atau umrah, ia wajib
menyempurnakan manasiknya dengan cara memulainya dari miqat. Dia tidak boleh
melewati miqat kecuali dalam keadaan ihram. Jika ia melewatinya dengan sengaja
tanpa ihram, maka ia telah melakukan maksiat (berdosa) dan harus kembali ke
miqat untuk memulai ihramnya lagi dan tidak diwajibkan membayar dam. Namun jika
ia lupa dan tidak sengaja melewatinya tanpa ihram, maka dia harus kembali ke
miqat dan tidak berdosa serta tidak terkena dam. Adapun orang yang sengaja dan
tidak kembali ke miqat, maka di samping menuai dosa dia juga diwajibkan untuk
membayar dam.
Jeddah bukan miqat bagi jamaah haji Indonesia
Ditinjau dari Makkah-miqat
sebagai acuan, maka tamu Allah itu ada 3 kelompok:
-
Afaaqiyyuun: yaitu orang-orang yang berada di
luar miqat, seperti penduduk Madinah, Najd, Yaman, Mesir, Sudan, Indonesia,
India, Pakistan, Eropa, Amerika, dan dari seluruh penjuru dunia. Miqaat
mereka adalah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
-
Antara Makkah dan miqat: orang-orang yang
tinggal di antara keduanya, seperti penduduk Jeddah, Ummu As-Salam, Bahrah,
Asy-Syaraayi’, Badr, Mastuurah, maka miqat mereka adalah rumah-rumah mereka
sendiri. [7]
-
Haazhiruu Al-Masjid Al-Haram: yaitu penduduk
Makkah, miqat mereka adalah dari rumah-rumah mereka sendiri.
Dari keterangan di atas, jelaslah
bagi kita bahwa Jeddah bukanlah miqat untuk orang-orang yang datang dari arah
timur seperti Indonesia. Selain karena tidak ditetapkan oleh syari’at sebagai
miqat Afaaqiyyuun, Jeddah terletak di antara Makkah dan miqat. Oleh karena itu,
jika ia bukan penduduk Jeddah atau tidak bermukim di Jeddah, maka ia tidak boleh
berihram dari Jeddah. Sebelum sampai ke Jeddah, ketika ia berada pada tempat
yang sejajar dengan miqat terdekat, di situlah seharusnya ia memulai ihramnya.
Syubuhat dan Bantahannya
Syubhat 1
Ada yang mengatakan bahwa Jeddah
(dalam hal ini Bandara King Abdul Aziz) bisa dijadikan sebagai miqat, khususnya
bagi yang alat transportasinya adalah pesawat terbang. Alasan mereka, karena
sulit bagi mereka untuk melepas pakaian yang mereka pakai dan menggantinya
dengan pakaian khusus ihram, sedangkan mereka berada di dalam pesawat.
Bantahannya: Terlepas dari
siapapun yang mengatakannya, kita katakan kepada mereka bahwa itu hanya
permasalahan teknis saja. Solusinya adalah jamaah haji dihimbau untuk memakai
pakaian ihram sebelum naik ke pesawat. Jika telah sampai pada titik koordinat di
mana tempat itu sejajar dengan miqat terdekat, maka jamaah haji berniat masuk ke
dalam ihram dan tinggal melakukan talbiyah sesuai dengan manasik yang ia pilih.
Syubhat 2 Mereka mengatakan, ”Jika harus
memakai pakaian ihram sebelum naik ke pesawat, maka ini namanya “penyiksaan”,
dan Islam sangat jauh dari unsur-unsur penyiksaan.”
Bantahannya: Sungguh benar
sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang safar. Beliau bersabda,
السفر قطعة من العذاب
“Safar itu sepotong dari
adzab.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Memenuhi panggilan Allah untuk
menjadi tamuNya merupakan sebuah usaha yang memerlukan mujaahadah. Bahkan
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyamakan haji dan umrah seperti jihad,
hanya saja tidak ada peperangan di dalamnya.
‘Aisyah radhiyallaahu
‘anha bertanya, “Wahai Rasulullah! Adakah jihad bagi wanita?” Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Bagi wanita ada kewajiban jihad, tapi
tidak ada peperangan di dalamnya, yakni: Haji dan Umrah.” (HR. Ahmad dan Ibnu
Majah. Isnad hadits ini shahih) [8]
Syubhat 3
Mereka berkata, “Jeddah bisa
dijadikan miqat, karena jaraknya terhadap Makkah lebih jauh bila dibandingkan
dengan jarak miqat terdekat (Qarn Al-Manaazil) dengan Makkah. Jarak Qarn
Al-Manaazil ke Makkah kira-kira 80 km, sedangkan Jeddah ke Makkah lebih dari 100
km.”
Bantahannya: Ini
menunjukkan ketidakpahamannya dalam konsep kesejajaran (Muhaadzaah)[9] Menurut
para ulama syari’at, sebuah tempat dikatakan sejajar dengan tempat tertentu
apabila jaraknya ke tempat acuan sama dengan jarak tempat tertentu tersebut ke
tempat acuan. Lebih gamblang lagi, bisa dijelaskan dengan bahasa teknis
matematis. Titik A dikatakan sejajar dengan titik B jika dan hanya jika jarak
antara titik A ke titik acuan sama dengan jarak antara titik B ke titik acuan.
Untuk kasus ini, ketika seseorang
datang dari arah timur Makkah menuju Jeddah, maka dia akan melewati tempat di
antara dua miqat terdekat (biasanya Qarn Al-Manaazil dan Yalamlam). Jika
demikian adanya, maka wajib baginya untuk memulai ihramnya di koordinat yang
sejajar dengan miqat terdekat yang dilaluinya. Jika tidak, maka ia dikatakan
telah melanggar ketentuan atau syi’ar Allah, yakni melewati miqat tanpa ihram.
Atau kita katakanlah perjalanan udara dilakukan melintasi jalur selatan daratan
jazirah arab (sehingga tidak melewati Qarn Al-Manaazil maupun Yalamlam), lalu
berbelok ke utara menuju Jeddah. Jika demikian adanya, maka pada saat itu dia
juga tetap berada di antara dua miqat (yaitu antara Yalamlam dan Al-Juhfah).
Sehingga dengan demikian, ia wajib berihram dari titik yg sejajar dengan miqat
yang terdekat (bisa Yalamlam, bisa pula Al-Juhfah, tergantung rute perjalanan
udaranya). Hal ini sudah barang tentu terjadi sebelum ia sampai ke Jeddah.
Seandainya ia tetap nekat akan berihram dari Jeddah, maka ia termasuk orang yang
melewati miqat tanpa ihram. Semoga Allah memberi kita petunjuk.
Penutup
Ibadah haji merupakan ibadah yang sangat erat kaitannya dengan pengagungan terhadap syi’ar-syi’ar Allah. Apakah tidak timpang, di satu sisi kita mengharapkan haji yang mabrur, tetapi pada saat yang bersamaan kita melanggar etika sebagai tamu Allah dengan tidak mengindahkan aturan-aturannya? Allah telah menetapkan aturannya lewat lisan NabiNya, agar tidak melewati miqat kecuali dalam keadaan berihram, lalu kita dengan mudah melanggarnya. Ya Allah, kami telah banyak berbuat kezhaliman. Kalaulah bukan karena ampunanMu, maka sungguh kami menjadi orang-orang yang merugi.
Wa shallallaahu ‘alaa nabiyyinaa
Muhammad.
Riyadh, 9 Dzulqa’dah 1432 H
Catatan Kaki:
[1] Pengucapan yang benar adalah
Juddah (جُدة) dengan huruf jim berbaris dhammah dan huruf dal yang bertasydid.
Lihat Mu’jam Al-Buldaan, 2/114, Daar Shaadir, Beirut.
[2] Mak-hul Abu ‘Abdillah
Ad-Dimasyqi. Beliau adalah seorang tabi’in, imamnya penduduk Syam, faqih,
hafizh, dan tsiqah. Terkenal banyak meriwayatkan hadits secara mursal. Ibnu
Ishaq berkata, “Aku mendengar Mak-hul berkata, “Aku telah mengelilingi dunia
untuk menuntut ilmu.” Meninggal tahun 112 H. Az-Zuhri berkata, “Ulama itu ada
empat: Sa’id bin Musayyab di Madinah, Asy-Sya’bi di Kufah, Al-Hasan di Bashrah,
dan Makhul di Syam.” Abu Hatim berkata, “Tidak ada yang lebih faqih di negeri
Syam daripada Mak-hul.” (Lihat Siyar A’lam An-Nubalaa’, 5/155, Muassasah
Ar-Risalah; Al-Bidayah wa An-Nihayah, 9/334, Ihya’ At-Turats; Tahdzib Al-Asmaa’
wa Al-Lughaat, 1/113, Daar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah)
[3] Tafsir Ibnu Katsiir, 1/499,
Darul Hadits, Kairo.
[4] Tafsir Ibnu Katsiir, 1/515,
Daar Al-Hadits, Kairo.
[5] Al-Qaamuus Al-Muhiith, hal.
1692, Muassasah Ar-Risalah.
[6] Miqat itu terbagi 2 macam:
miqat zamani dan miqat makani.
Miqat zamani adalah waktu memulai
manasik. Miqat zamani untuk manasik haji dimulai sejak tanggal 1 Syawwal sampai
dengan tanggal 10 Dzulhijjah. Adapun miqat zamani untuk manasik umrah adalah
sepanjang tahun.
Miqat makani adalah tempat
memulai manasik, baik haji maupun umrah. Orang sering hanya menyebutnya dengan
“miqat” saja. Miqat ada lima: Dzulhulaifah (Abyar Ali), Al-Juhfah (Rabigh),
Qarnul Manazil (As-Sail Al-Kabir), Yalamlam (As-Sa’diyyah), dan Dzatu ‘Irq.
[7] Lihat At-Tahqiiq Wa
Al-Iidhaah, hal. 53, Maktabah Ibnu Baaz, tahqiq: DR. Shaalih Al-’Ushaimi.
[8] Ibid, hal. 19.
[9] Musykil Al-Manaasik, hal.
293, Prof. DR. Ibrahim Ash-Shubaihi, cetakan ke-2, 1430 H.
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini