MEMBEKALI DIRI DENGAN TAUHID
Daftar Isi sembunyika0om kn
1. Pengertian Tauhid
2. Tauhid dan Iman Kepada Allah
3. Urgensi Tauhid Bagi Setiap Insan
3.1. Siapa yang merasa tauhidnya sudah hebat?!
Pengertian Tauhid
Pengertian Tauhid
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin –rahimahullah–
memaparkan bahwa kata tauhid secara bahasa adalah kata benda yang berasal dari
perubahan kata kerja wahhada – yuwahhidu yang bermakna
menunggalkan sesuatu. Sedangkan dalam kacamata syari’at, tauhid bermakna
mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu
meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma’ wa shifat (Al Qaul Al Mufid,
1/5)
Syaikh Hamad
bin ‘Atiq menerangkan bahwa agama Islam disebut sebagai agama tauhid disebabkan
agama ini dibangun di atas pondasi pengakuan bahwa Allah adalah Esa dan tiada
sekutu bagi-Nya, baik dalam hal kekuasaan maupun tindakan-tindakan. Allah Maha
Esa dalam hal Dzat dan sifat-sifat-Nya, tiada sesuatu pun yang menyerupai
diri-Nya. Allah Maha Esa dalam urusan peribadatan, tidak ada yang berhak
dijadikan sekutu dan tandingan bagi-Nya. Tauhid yang diserukan oleh para Nabi
dan Rasul telah mencakup ketiga macam tauhid ini (rububiyah, uluhiyah dan asma’
wa shifat). Setiap jenis tauhid adalah bagian yang tidak bisa dilepaskan dari
jenis tauhid yang lainnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang mewujudkan salah
satu jenis tauhid saja tanpa disertai dengan jenis tauhid lainnya maka hal itu
tidak mungkin terjadi kecuali disebabkan dia tidak melaksanakan tauhid dengan
sempurna sebagaimana yang dituntut oleh agama (Ibthal At Tandid, hal.
5-6)
Syaikh Muhammad bin Abdullah Al Habdan menjelaskan
bahwa tauhid itu hanya akan terwujud dengan memadukan antara kedua pilar ajaran
tauhid yaitu penolakan (nafi) dan penetapan (itsbat). ‘La ilaha’
adalah penafian/penolakan, maksudnya kita menolak segala sesembahan selain
Allah. Sedangkan ‘illallah’ adalah itsbat/penetapan, maksudnya kita menetapkan
bahwa Allah saja yang berhak disembah (At Taudhihat Al-Kasyifat, hal.
49)
Tauhid dan Iman Kepada Allah
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan –hafizhahullah-
menjelaskan bahwa hakekat iman kepada Allah adalah tauhid itu sendiri. Sehingga
iman kepada Allah itu mencakup ketiga macam tauhi yaitu tauhid rububiyah,
uluhiyah, dan asma’ wa shifat (Al Irsyad ila Shahih Al I’tiqad, hal.
29). Di samping itu, keimanan seseorang kepada Allah tidak akan dianggap benar
kalau hanya terkait dengan tauhid rububiyah saja dan tidak menyertakan tauhid
uluhiyah. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada kaum musyrikin dahulu yang juga
mengakui tauhid rububiyah. Meskipun demikian, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tetap memerangi dan mengajak mereka untuk bertauhid.
Hal itu dikarenakan mereka tidak mau melaksanakan tauhid uluhiyah.
Urgensi Tauhid Bagi Setiap Insan
Kepentingan manusia untuk bertauhid sungguh jauh
berada di atas kepentingan mereka terhadap makanan, minuman atau tempat
tinggal. Kalau seseorang tidak makan atau minum, akibat terburuk yang dialami
hanyalah sekedar kematian. Namun, kalau seseorang tidak bertauhid barang
sekejap saja dan pada saat itu dia meninggal dalam keadaan musyrik, maka
siksaan yang kekal di neraka sudah siap menantinya.
Allah ta’ala berfirman,
إِنَّه
ُمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ
النَّارُ
“Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan sesuatu dengan Allah (dalam beribadah) maka sungguh Allah telah
mengharamkan atasnya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka…” (QS. al-Ma’idah [5]: 72)
Bahkan amalnya yang bertumpuk-tumpuk selama hidup pun
akan menjadi sia-sia apabila di akhir hidupnya dia telah berbuat syirik kepada
Rabb-nya dan belum bertaubat darinya. Allah ta’ala berfirman,
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Sungguh, jika kamu berbuat
syirik, akan lenyaplah semua amalmu, dan kamu pasti akan tergolong orang yang
merugi.” (QS. az-Zumar [39]: 65)
Dan, kalaulah kita mau merenungkan untuk apa kita
diciptakan di alam dunia ini niscaya kita akan memahami betapa agung kedudukan
tauhid dalam hidup ini. Allah ta’ala berfirman,
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin
dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 56). Makna beribadah kepada Allah
di sini adalah mentauhidkan Allah.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab –rahimahullah–
mengatakan, “Apabila engkau telah mengetahui bahwasanya Allah menciptakan
dirimu untuk beribadah, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya ibadah tidak akan
disebut sebagai ibadah (yang hakiki) apabila tanpa disertai tauhid. Sebagaimana
halnya sholat tidak disebut sebagai sholat jika tidak disertai dengan thaharah
(bersuci). Maka apabila syirik merasuk ke dalam suatu ibadah, niscaya ibadah
itu menjadi batal. Sebagaimana hadats jika terjadi pada (orang yang sudah
melakukan) thaharah…” (Majmu’ah Tauhid, hal. 7)
Terkait dengan pentingnya tauhid ini, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ketahuilah, sesungguhnya kebutuhan hamba untuk
senantiasa beribadah kepada Allah tanpa mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya
merupakan kebutuhan yang tak tertandingi oleh apapun yang bisa dianalogikan
dengannya. Akan tetapi, dari sebagian sisi ia bisa diserupakan dengan kebutuhan
tubuh terhadap makanan dan minuman. Di antara keduanya sebenarnya terdapat
banyak sekali perbedaan. Karena sesungguhnya jati diri seorang hamba adalah
pada hati dan ruhnya. Padahal, tidak ada kebaikan hati dan ruh kecuali dengan
(pertolongan) Rabbnya, yang tiada ilah (sesembahan) yang benar untuk disembah
selain Dia. Sehingga ia tidak akan bisa merasakan ketenangan kecuali dengan
mengingat-Nya. Seandainya seorang hamba bisa memperoleh kelezatan dan
kesenangan dengan selain Allah maka hal itu tidak akan terus menerus terasa.
Akan tetapi, ia akan berpindah dari satu jenis ke jenis yang lain, dari satu
individu ke individu yang lain. Adapun Rabbnya, maka dia pasti membutuhkan-Nya
dalam setiap keadaan dan di setiap waktu. Di mana pun dia berada maka Dia
(Allah) senantiasa menyertainya.” (Majmu’ Fatawa, I/24. Dikutip dengan
perantara Kitab Tauhid Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 43)
Siapa yang merasa tauhidnya sudah hebat?!
Allah ta’ala mengisahkan do’a
yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di dalam
ayat-Nya
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ
نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
“Dan jauhkanlah aku dan anak
keturunanku dari penyembahan kepada arca-arca.” (QS. Ibrahim [14]: 35)
Ibrahim At Taimi mengatakan, “Lalu siapakah yang lebih
merasa aman dari bencana kesyirikan selain Ibrahim[?]”
Syaikh Abdurrahman bin Hasan –rahimahullah–
mengatakan, “Tidak ada lagi yang merasa aman dari terjatuh dalam kesyirikan
selain orang yang bodoh terhadap syirik dan juga tidak memahami sebab-sebab
yang bisa menyelamatkan diri darinya; yaitu ilmu tentang Allah, ilmu tentang
ajaran Rasul-Nya yaitu mentauhidkan-Nya serta larangan dari perbuatan syirik
terhadapnya.” (Fathul Majid, hal. 72)
Demikianlah sekilas mengenai pentingnya tauhid dalam
kehidupan kita. Semoga kita tergolong hamba-hamba yang mentauhidkan Allah
dengan sebenar-benarnya. Kalau orang semulia Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam saja masih takut terjerumus syirik, lalu bagaimana lagi dengan
orang seperti kita. Wallahul musta’an. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina
Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Abu Mushlih Ari Wahyudi
Semoga Allah mengampuninya,
kedua orang tuanya dan kaum muslimin semua
***
© 2023 muslim.or.id
Sources of articles by : muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini