Related categories : Fiqh Dan Muamalah, Fikih , Musik , Musik Islami , Nasyid , Nyanyian
Transcribed on: 22 September 2014,
Melanjutkan artikel sebelumnya, berikut ini kami paparkan beberapa perkataan para ulama lainnya mengenai nyanyian dan musik.
15. ِAbu Bakar Az Zabidi (wafat 800H)
Salah seorang ulama Hanafiyah, beliau berkata:
(وَلَا دُفٍّ وَلَا طَبْلٍ وَلَا مِزْمَارٍ) لِأَنَّ هَذِهِ مَعَازِفُ قَدْ نُدِبَ إلَى كَسْرِهَا، وَالْمُرَادُ بِالطَّبْلِ طَبْلُ اللَّهْوِ أَمَّا طَبْلُ الْغُزَاةِ فَفِيهِ اخْتِلَافٌ، وَالْمُخْتَارُ أَنَّهُ لَا قَطْعَ فِيهِ أَيْضًا
“(tidak dipotong tangan pencuri duff, gendang, seruling) karena alat-alat musik ini telah dianjurkan untuk dirusak. Dan yang dimaksud gendang di sini adalah gendang untuk hiburan, adapun genderang untuk perang ada khilaf di dalamnya dan pendapat yang tepat adalah tidak dipotong juga orang yang mencurinya” (Al Jauharatun Nirah, 2/166).
16. Imam Al Qurthubiy (wafat 671H)
Ulama pakar tafsir dan ulama besar madzhab Maliki, beliau berkata,
“أما المزامير والأوتار والكوبة (الطبل) فلا يختلف في تحريم استماعها، ولم أسمع عن أحد ممن يعتبر قوله من السلف وأئمة الخلف من يبيح ذلك. وكيف لا يحرم! وهو شعار أهل الخمور والفسق ومهيج الشهوات والفساد والمجون، وما كان كذلك لم يشك في تحريمه، ولا تفسيق فاعله وتأثيمه
“Adapun seruling, sitar, dan al kuubah (gendang) maka tidak ada perselisihan mengenai keharaman mendengarkannya. Dan belum pernah saya mendengar ada yang membolehkannya di kalangan ulama yang didengarkan ucapannya dari para salaf dan khalaf. Maka bagaimana mungkin tidak haram? Dan alat-alat musik ini juga merupakan syiar para pemabuk, orang fasik, pecinta syahwat, orang-orang bobrok dan cabul. Dan ini membuat keharamannya semakin tidak diragukan lagi, serta tidak ragu memvonis fasiq dan dosa bagi pelakunya” (dinukil dari Hukmul Ghina wal Ma’azif, hal. 1).
17. Ibnu Hajar Al Haitami (wafat 973H)
Ulama Syafi’iyyah, beliau berkata:
الكبيرة السادسة والسابعة والثامنة والتاسعة والأربعون، والخمسون والحادية والخمسون بعد الأربعمائة: ضرب وتر واستماعه، وزمر بمزمار واستماعه وضرب بكوبة واستماعه
“Dosa besar yang ke 446, 447, 448, 449, 450, 451 adalah memainkan nada-nada, mendengarkannya, meniup seruling, mendengarkannya, menabuh gendang, dan mendengarkannya ” (dinukil dari Hukmul Ghina wal Ma’azif, hal. 1).
18. As Sarkhasi (wafat 483H)
Ulama Hanafiyah, beliau berkata
وَلَا تَجُوزُ الْإِجَارَةُ عَلَى شَيْءٍ مِنْ الْغِنَاءِ وَالنَّوْحِ وَالْمَزَامِيرِ وَالطَّبْلِ وَشَيْءٍ مِنْ اللَّهْوِ؛ لِأَنَّهُ مَعْصِيَةٌ وَالِاسْتِئْجَارُ عَلَى الْمَعَاصِي بَاطِلٌ
“tidak boleh menyewakan salah satu dari alat musik, alat ratapan, seruling, gendang, dan semua yang termasuk lahwun (hiburan sia-sia), karena semua ini adalah maksiat dan menyewakan sesuatu untuk maksiat itu tidak sah ” (Al Mabsuth, 16/38).
19. Alauddin Al Kasani (wafat 587H)
Ulama Hanafiyah, beliau berkata,
إظْهَارُ فِسْقٍ يَعْتَقِدُونَ حُرْمَتَهُ كَالزِّنَا وَسَائِرِ الْفَوَاحِشِ الَّتِي هِيَ حَرَامٌ فِي دِينِهِمْ، فَإِنَّهُمْ يُمْنَعُونَ مِنْ ذَلِكَ سَوَاءٌ كَانُوا فِي أَمْصَارِ الْمُسْلِمِينَ، أَوْ فِي أَمْصَارِهِمْ وَمَدَائِنِهِمْ وَقُرَاهُمْ، وَكَذَا الْمَزَامِيرُ وَالْعِيدَانُ، وَالطُّبُولُ فِي الْغِنَاءِ، وَاللَّعِبُ بِالْحَمَامِ، وَنَظِيرُهَا، يُمْنَعُونَ مِنْ ذَلِكَ كُلِّهِ فِي الْأَمْصَارِ وَالْقُرَى؛ لِأَنَّهُمْ يَعْتَقِدُونَ حُرْمَةَ هَذِهِ الْأَفْعَالِ كَمَا نَعْتَقِدُهَا نَحْنُ
“Mereka (para ulama) meyakini haramnya menampakkan kefasikan seperti zina yang merupakan perbuatan haram dalam agama. Dan mereka telah melarang perbuatan tersebut, baik di negeri-negeri kaum Muslimin maupun di negeri dan desa mereka. Demikian juga seruling-seruling, sitar, gendang untuk nyanyian, permainan musik di pemandian umum, semua ini sama dengan hal itu (kefasikan). Dan mereka telah melarang semua ini di kota-kota dan desa-desa. Karena mereka telah meyakini semua hal tersebut haram sebagaimana kami juga meyakininya” (Badai’us Shana’i, 7/113-114).
20. Al Qarafi (wafat 684H)
Ulama Malikiyah, beliau berkata,
وَلَا بَأْسَ بِالدُّفِّ وَالْكَبَرِ وَلَا يَجُوزُ الْغِنَاءُ فِي الْعُرْسِ وَلَا غَيْرِهِ إِلَّا كَمَا كَانَ يَقُولُ نسَاء الْأَنْصَار أَو الرجز الْخَفِيف مِنْ غَيْرِ إِكْثَارٍ
“Tidak mengapa duff (rebana) dan al kabar di acara pernikahan, dan tidak diperbolehkan alat musik baik di acara pernikahan maupun di luar acara pernikahan. Yang dibolehkan hanyalah apa yang dilakukan oleh sebagian wanita Anshar (yaitu bersyair) atau rajaz (semacam syair) yang ringan tanpa terlalu sering” (Adz Dzakhirah, 4/400)
21. Ibnu Shalah (wafat 643H)
Ulama besar di bidang hadits dan ulama Syafi’iyyah, beliau berkata,
وَأما اباحة هَذَا السماع وتحليله فَليعلم أَن الدُّف والشبابة والغناء إِذا اجْتمعت فاستماع ذَلِك حرَام عِنْد أَئِمَّة الْمذَاهب وَغَيرهم من عُلَمَاء الْمُسلمين وَلم يثبت عَن أحد مِمَّن يعْتد بقوله فِي الْإِجْمَاع والاخلاف أَنه أَبَاحَ هَذَا السماع
“Mengenai adanya anggapan bahwa nyanyian untuk mubah dan halal maka ketahuilah bahwa rebana, gitar dan nyanyian jika bercampur menjadi satu maka hukum mendengarkannya adalah haram menurut para imam madzhab dan seluruh ulama umat Islam selain mereka. Tidaklah benar ada ulama, yang pendapatnya yang diakui dalam ijma dan khilaf, yang membolehkan nyanyian semisal ini” (Fatawa Ibnu Shalah, 2/500).
Bahkan mengenai musik Islami, beliau pernah ditanya,
مَسْأَلَة أَقوام يَقُولُونَ إِن سَماع الْغناء بالدف والشبابة حَلَال وَإِن صدر الْغناء والشبابة من أَمْرَد دلق حسن الصَّوْت كَانَ ذَلِك نور على نور وَذَلِكَ يحضرهم النِّسَاء الأجنبيات يخالطونهم فِي بعض الْأَوْقَات ويشاهدونهن بقربهم فِي بعض الْأَوْقَات وَفِي بعض الْأَوْقَات يعانق الرِّجَال بَعضهم بَعْضًا ويجتمعون لسَمَاع الْغناء وَضرب الدُّف من الْأَمْرَد وَالَّذِي يُغني لَهُم مصوبين رؤوسهم نَحْو وَجه الْأَمْرَد متهالكين على الْمُغنِي والمغنى ثمَّ يتفرقون عَن السماع بالرقص والتصفيق ويعتقدون أَن ذَلِك حَلَال وقربة يتوصلون بهَا إِلَى الله تَعَالَى وَيَقُولُونَ إِنَّه أفضل الْعِبَادَات فَهَل ذَلِك حرَام أم حَلَال وَمن ادّعى تَحْلِيل ذَلِك هَل يزْجر أم لَا وَهل يجب على ولي الْأَمر أَن يمنعهُم من ذَلِك فَإِذا لم يمنعهُم وَهُوَ قَادر عَلَيْهِ يَأْثَم بذلك أم لَا
“Mengenai sebagian kaum yang mengatakan bahwa mendengarkan lagu dengan duff (rebana) dan klarinet itu halal. Padahal lagu tersebut dibawakan oleh pemuda amrad (yang ganteng dan tidak berjenggot) yang bagus suaranya, mereka mengatakan itu cahaya di atas cahaya. Acara ini juga dihadiri wanita ajnabiyah (yang bukan mahram) yang bercampur-baur pada sebagian waktu. Dan terkadang para penonton pria melihat para wanita itu dengan sangat dekat. Bahkan terkadang mereka juga saling berpelukan satu sama lain. Mereka berkumpul untuk mendengarkan lantunan musik dari gendang yang dimainkan pemuda amrad. Dan orang yang yang menikmati nyanyian ini semua mengarahkan wajah mereka ke arah si amrad namun mereka berbeda-beda gerakan, ada yang berjoget ada yang bertepuk tangan. Mereka meyakini ini halal dan merupakan bentuk taqarrub kepada Allah Ta’ala. Mereka juga mengatakan ini adalah ibadah yang paling afdhal. Jadi sebenarnya ini halal ataukan haram? Dan orang yang menganggap halal ini apakah perlu diberi peringatan atau tidak? Dan apakah wajib bagi pemerintah untuk melarang mereka? Jika pemerintah tidak melarang padahal mereka mampu, apakah pemerintah berdosa?”
Berikut ini jawaban Ibnu Shalah,
أجَاب رَضِي الله عَنهُ ليعلم أَن هَؤُلَاءِ من إخْوَان أهل الْإِبَاحَة الَّذين هم أفسد فرق الضَّلَالَة وَمن أجمع الحمقى لأنواع الْجَهَالَة والحماقة هم الرافضون شرائع الْأَنْبِيَاء القادحون فِي الْعلم وَالْعُلَمَاء لبسوا ملابس الزهاد وأظهروا ترك الدُّنْيَا واسترسلوا فِي اتِّبَاع الشَّهَوَات وَأَجَابُوا دواعي الْهوى وتظاهروا باللهو والملاهي فتشاغلوا بِمَا لم يكن إِلَّا فِي أهل البطالة والمعاصي وَزَعَمُوا أَن ذَلِك يقربهُمْ إِلَى الله تَعَالَى زلفى مقتدون فِيهِ بِمن تقدمهم من أهل الرشاد وَلَقَد كذبُوا على الله سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وعَلى عباده الَّذين اصْطفى أحبولة نصبوها من حبائل الشَّيْطَان خداعا واعجوبة
Ibnu Shalah, semoga Allah meridhainya, menjawab bahwa ketahuilah mereka para ikhwan yang membolehkan perbuatan tersebut merupakan firqah sesat yang paling jelek dan pemilik kebodohan yang paling bodoh. Dan mereka adalah orang-orang yang menolak untuk mengikuti jalan para Nabi, mereka orang-orang yang suka mencela ilmu dan ulama. Mereka berpakaian dengan pakaian zuhud, menampakkan diri bahwa mereka meninggalkan perkara duniawi namun mereka pindah kepada mengikuti syahwat. Mereka pun menjawab panggilan hawa nafsu dan bersenang-senang dengan hiburan dan kesia-siaan. Mereka menyibukkan diri dengan apa yang biasa dilakukan ahlul batil dan pelaku maksiat. Dan mereka mengira itu merupakan bentuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala sedekat-dekatnya, yang menurut mereka hal itu karena meneladani orang-orang terdahulu yang tertunjuki. Sungguh mereka ini telah berdusta atas nama Allah Subhaanahu wa Ta’ala dan atas nama hamba-hambanya yang terpilih. Karena telah masuk dalam perangkap-perangkap yang di buat karena tertipu dan terkagum-kagum kepadanya (Fatawa Ibnu Shalah, 2/499).
22. An Nawawi (wafat 676H)
Ulama besar madzhab Syafi’i, beliau berkata,
الْقِسْمُ الثَّانِي: أَنْ يُغَنِّيَ بِبَعْضِ آلَاتِ الْغِنَاءِ مِمَّا هُوَ مِنْ شِعَارِ شَارِبِي الْخَمْرِ وَهُوَ مُطْرِبٌ كَالطُّنْبُورِ وَالْعُودِ وَالصَّنْجِ وَسَائِرِ الْمَعَازِفِ وَالْأَوْتَارِ يَحْرُمُ اسْتِعْمَالُهُ وَاسْتِمَاعُهُ
“Jenis kedua, bernyanyi dengan alat-alat musik. Ini merupakan syi’ar para peminum khamr. Yaitu alat musik yang dipukul seperti tunbur, banjo, simbal dan alat-alat musik yang lainnya dan juga alat musik dengan senar, semuanya diharamkan menggunakannya dan mendengarkannya” (Raudhatut Thalibin, 11/228).
23. Ibnu Qudamah Al Maqdisi (wafat 620H)
Ulama Hanabilah, beliau berkata:
وَأَمَّا آلَةُ اللَّهْوِ كَالطُّنْبُورِ، وَالْمِزْمَارِ، وَالشَّبَّابَةِ، فَلَا قَطْعَ فِيهِ، وَإِنْ بَلَغَتْ قِيمَتُهُ مُفَصَّلًا نِصَابًا. وَبِهَذَا قَالَ أَبُو حَنِيفَةَ….. وَلَنَا أَنَّهُ آلَةٌ لِلْمَعْصِيَةِ بِالْإِجْمَاعِ
“Adapun gendang, seruling dan gitar, tidak ada hukuman potong tangan untuk orang yang mencurinya, walaupun jika sudah mencapai nishab barang curian. Ini adalah pendapat Abu Hanifah”, diakhir penjelasan beliau mengatakan “adapun menurut kami, semua itu adalah alat-alat maksiat berdasarkan ijma” (Al Mughni, 9/132).
24. Ibnu Rajab Al Hambali (wafat 795H)
Ulama Hambali, beliau berkata:
وأما استماع آلات الملاهي المطربة المتلقاة من وضع الأعاجم، فمحرم مجمع على تحريمه، ولا يعلم عن أحد منه الرخصة في شيء من ذَلِكَ، ومن نقل الرخصة فيه عن إمام يعتد به فقد كذب وافترى
“Adapun hukum mendengarkan alat musik yang pada asalnya berasal dari orang ‘ajam adalah haram dengan kesepakatan ulama. Tidak diketahui adanya seorang ulama yang membolehkannya. Siapa yang mengatakan bahwa ada ulama besar yang diakui keilmuannya yang membolehkan alat musik adalah seorang yang berdusta dan membuat fitnah” (Fathul Bari Ibnu Rajab, 8/436).
25. Ibnu Abdil Barr (wafat 463 H)
Beliau mengatakan,
من المكاسب المجتمع على تحريمها الربا ومهور البغاء والسحت والرشاوي وأخذ الأجرة على النياحة والغناء وعلى الكهانة وادعاء الغيب وأخبار السماء وعلى الرمز واللعب والباطل كله
“Diantara profesi yang disepakati keharamannya adalah riba, upah melacur, uang suap, upah yang didapatkan karena menjadi tukang meratap, menyanyi plus musik, menjadi dukun, mengaku-aku mengetahui masa depan dan berita-berita langit serta upah karena meniup seruling dan semua permainan yang sia-sia” (Al Kafi fi Fiqhi Ahlil Madinah, 1/444).
Referensi
-
Al Maktabah Asy Syamilah
-
Hukmul Ghina wal Ma’azif wal Alatil Malahi wal Muatsiratils Shaut, Abu Faishal Al Badrani
Rewritten by : Rachmat Machmud end Republished by : Redaction Duta Asri Palem 3
| |
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini