Kejujuran Iman
ilmu perkataan salaf[431] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berhias diri atau berangan-angan. Sesungguhnya iman adalah apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan oleh amalan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1124)
Prasangka Baik dan Prasangka Buruk
[432] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sesungguhnya orang beriman bersangka baik kepada Rabbnya sehingga dia pun membaguskan amal, adapun orang munafik bersangka buruk kepada Rabbnya sehingga dia pun memperburuk amal.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1157)
Sifat Kaum Beriman
[433] Hasan al-Bashri rahimahullah menjelaskan tentang sifat orang-orang beriman yang disebutkan dalam firman Allah [QS. Al-Mu'minun: 60] yang memberikan apa yang bisa mereka berikan dalam keadaan hatinya merasa takut. Al-Hasan berkata, “Artinya, mereka melakukan segala bentuk amal kebajikan sementara mereka khawatir apabila hal itu belum bisa menyelamatkan diri mereka dari azab Rabb mereka ‘azza wa jalla.” (lihatAqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1160)
Konsisten Dalam Beramal
[434] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Sebagian orang enggan untuk mudaawamah [konsisten dalam beramal] . Demi Allah, bukanlah seorang mukmin yang hanya beramal selama sebulan atau dua bulan, setahun atau dua tahun. Tidak, demi Allah! Allah tidak menjadikan batas akhir beramal bagi seorang mukmin kecuali kematian.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1160)
Iman Yang Hakiki
[435] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Iman yang sejati adalah keimanan orang yang merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla walaupun dia tidak melihat-Nya. Dia berharap terhadap kebaikan yang ditawarkan oleh Allah. Dan meninggalkan segala yang membuat murka Allah.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1161)
Sebatang Pohon Keimanan
[436] Thawus rahimahullah berkata, “Perumpamaan iman adalah seperti sebatang pohon. Pokoknya adalah syahadat, cabang dan daunnya adalah demikian. Adapun buahnya adalah wara’ [kehati-hatian]. Tidak ada kebaikan pada pohon yang tidak ada buahnya. Dan tidak ada kebaikan pada orang yang tidak memiliki sifat wara’.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1163)
Antara Ucapan dan Perbuatan
[437] Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Tidaklah aku membandingkan ucapanku dengan perbuatanku kecuali aku khawatir termasuk orang yang didustakan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1167)
Simpul Terkuat Keimanan
[438] Mujahid rahimahullah berkata, “Sekuat-kuat simpul keimanan adalah cinta karena Allah dan membenci karena Allah.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1170)
Doa Tanpa Usaha
[439] Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata, “Perumpamaan orang yang berdoa tanpa beramal [berusaha] adalah seperti orang yang memanah tanpa tali busur.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1174)
Kesempurnaan Iman
[440] Wahb bin Munabbih rahimahullah berkata, “Iman itu telanjang, pakaiannya adalah ketakwaan, hartanya adalah fikih [ilmu agama], dan perhiasannya adalah rasa malu.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1176)
Ciri Orang Munafik
[441] Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang tidak khawatir tertimpa kemunafikan maka dia adalah orang munafik.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1218)
Akibat Mendengar Nyanyian
[442] Ibrahim an-Nakha’i rahimahullah berkata, “Nyanyian menumbuhkan kemunafikan di dalam hati.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1222)
Lebik Baik Daripada Dunia Seisinya
[443] Mu’awiyah bin Qurrah rahimahullah berkata, “Sungguh apabila pada diriku tidak terdapat kemunafikan itu lebih aku cintai daripada dunia dan segala yang ada padanya. Adalah ‘Umar radhiyallahu’anhu mengkhawatirkan dirinya tertimpa hal itu sedangkan aku justru merasa aman darinya!” (lihatAqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1223)
Separuh Keimanan
[444] Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Tawakal kepada Allah adalah separuh keimanan.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1225)
Semoga Demikian
[445] Ibrahim an-Nakha’i rahimahullah berkata, “Jika dikatakan kepadamu, ‘Apakah kamu mukmin?’ maka jawablah, ‘Aku berharap begitu’.” (lihat Aqwal at-Tabi’in fi Masa’il at-Tauhid wa al-Iman, hal. 1248)
Menyia-nyiakan Harta
[446] Sa’id bin Jubair rahimahullah berkata, “Termasuk perbuatan menyia-nyiakan harta adalah ketika Allah memberikan kepadamu rizki yang halal kemudian kamu membelanjakannya untuk bermaksiat kepada Allah.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 691)
Mengenal Allah
[447] Ali bin al-Hasan bin Syaqiq rahimahullah bertanya kepada Ibnul Mubarak, “Bagaimana semestinya cara kita mengenali Rabb kita ‘azza wa jalla?”. Beliau menjawab, “Di atas langit yang ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya. Kita tidak mengatakan sebagaimana Jahmiyah; bahwa Dia berada di sini, yaitu di bumi.” (lihat as-Sunnah oleh Abdullah bin Ahmad [1/111])
Keyakinan Kufur
[448] Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata, “al-Qur’an adalah kalam/ucapan Allah ‘azza wa jalla, barangsiapa mengatakan bahwa ia adalah makhluk maka dia adalah kafir. Dan barangsiapa yang meragukan tentang kekafirannya maka dia pun kafir.” (lihat as-Sunnah oleh Abdullah bin Ahmad [1/112])
[449] Waki’ bin al-Jarrah rahimahullah berkata, “Barangsiapa mengatakan bahwa al-Qur’an itu makhluk maka dia adalah kafir.” (lihat as-Sunnah oleh Abdullah bin Ahmad [1/116])
Pemuja Berhala
[450] Harun bin Ma’ruf rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk maka dia adalah orang yang memuja berhala.” (lihat as-Sunnah oleh Abdullah bin Ahmad [1/127])
Sifat Seorang Mukmin
[451] Sahl bin Abdullah rahimahullah berkata, “Seorang mukmin adalah orang yang senantiasa merasa diawasi Allah, mengevaluasi dirinya, dan membekali diri untuk menyambut akhiratnya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa’, hal. 711)
Tanda Kecintaan dan Kebencian
[452] Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Jika Allah mencintai seorang hamba maka Allah akan memperbanyak kekhawatirannya. Dan apabila Allah membenci seorang hamba maka Allah akan melapangkan dunianya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 717)
Bukan Tanda Cinta
[453] Bisyr bin as-Sari rahimahullah berkata, “Bukanlah termasuk tanda-tanda kecintaan apabila engkau justru mencintai apa yang dibenci oleh orang yang kamu cintai.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 717)
Tanda Cinta Kepada Allah
[454] Dzun Nun rahimahullah berkata, “Salah satu tanda orang yang benar-benar mencintai Allah adalah tidak memiliki kebutuhan kepada [sesembahan] selain Allah.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 721)
Antara Cinta dan Syari’at
[455] Yahya bin Mu’adz rahimahullah berkata, “Bukanlah orang yang jujur yang mengaku cinta kepada-Nya akan tetapi tidak menjaga batasan/aturan-Nya.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 723)
Kerinduan dan Ketentraman Bersama Allah
[456] Ibnu al-Farghani rahimahullah berkata, “Kecintaan pasti menumbuhkan kerinduan, sedangkan kerinduan pasti membuahkan ketentraman. Barangsiapa yang kehilangan kerinduan dan ketentraman -dalam beribadah- maka ketahuilah bahwa dia bukan seorang pecinta yang sejati.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 733)
Mengorbankan Agama Demi Dunia
[457] Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Apabila seorang an-Naasik [ahli ibadah] telah diridhai oleh semua tetangganya, maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang suka ber-mudahanah/basa-basi dengan mengorbankan agama, pent.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 736)
Tetap Istiqomah
[458] Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berkata, “Demi Allah yang tidak ada sesembahan -yang benar- selain Dia. Tidaklah membahayakan bagi seorang hamba yang senantiasa berada di atas Islam pada waktu pagi hingga sore hari, apapun yang menimpa dirinya dari masalah-masalah dunia.” (lihatat-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 741
Tidak Suka Pujian
[459] Adalah Ibnu Muhairiz rahimahullah, apabila ada orang yang memuji-muji dirinya maka dia berkata, “Tidakkah kamu mengetahui? Apa sih yang kamu ketahui -tentang diriku, pent-?” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 742)
Tidak Lupa Daratan
[460] Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata, “Para ulama mengatakan bahwa pujian tidak akan memperdaya seorang yang benar-benar telah mengenali hakikat dirinya sendiri.” (lihat at-Tahdzib al-Maudhu’i li Hilyat al-Auliyaa‘, hal. 743)
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini