Fikih Azan (7): Azan bagi Wanita
Apakah wanita dibolehkan mengumandangkan azan untuk shalat lima waktu?
Syaikh Muhammad Al ‘Utsaimin menuturkan, “Menurut madzhab Hambali, azan bagi wanita tidaklah wajib. Baik bersama jamaah perempuan sendiri atau bersama jama’ah laki-laki. Jika tidak dikatakan wajib, lalu apa hukumnya?
Dalam salah satu pendapat Imam Ahmad disebutkan bahwa hukumnya adalah makruh. Dalam pendapat lain disebutkan masih boleh. Ada juga salah satu pendapat beliau yang menyebutkan disunnahkan. Pendapat Imam Ahmad lainnya juga menyatakan bahwa yang disunnahkan adalah iqamah, bukanlah azan. Namun semua itu dibolehkan jika suara wanita tidak dikeraskan untuk didengar orang banyak. Jika suara tersebut dikeraskan, kami bisa jadi berpendapat hukumnya haram atau minimal makruh.” (Syarhul Mumthi’, 2: 44).
Asy Syairozi berkata, “Dimakruhkan bagi wanita mengumandangkan azan. Namun disunnahkan mengumandangkan iqamah untuk sesama jama’ah wanita. Untuk azan terlarang karena azan itu dengan dikeraskan suaranya, sedangkan iqamah tidak demikian. Namun wanita tidaklah sah mengumandangkan azan untuk jama’ah laki-laki karena dalam masalah menjadi imam, wanita tidak sah mengimami laki-laki.” (Al Majmu’, 3: 75).
Imam Nawawi berkata, “Tidak sah jika wanita mengumandangkan azan untuk laki-laki. …. Namun kalau iqamah disunnahkan sesama jama’ah wanita, tidak untuk azan.” (Al Majmu’, 3: 76).
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi berkata, “Tidak ada dalil shahih yang menunjukkan wajibnya azan bagi wanita. Namun tidak ada pula hadits shahih yang menunjukkan haramnya.” (Jaami’ Ahkamin Nisaa’, 1: 299).
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi di akhir bahasan tentang azan bagi wanita menyatakan, “Kesimpulannya, tidak ada dalil yang menyatakan bahwa wanita terlarang mengumandangkan azan dan iqamah. Begitu pula tidak ada dalil yang jelas yang menunjukkan wanita itu boleh mengumandangkannya. Jika saja wanita mengumandangkan iqamah, kami tidak menganggapnya terlarang. Jika pun mengumandangkan azan, hendaknya suaranya dilirihkan. Karena untuk mengingatkan imam saja, wanita tidak mengeraskan suara, namun dengan menepuk punggung telapak tangannya. Wallahu Ta’ala a’laa wa a’lam.” (Jaami’ Ahkamin Nisaa’, 1: 303).
Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Al Majmu’ Syarh Al Muhaddzab lisy Syairozi, Yahya bin Syarf An Nawawi, tahqiq: Muhammad Najib Al Muthi’i, terbitan Dar ‘Alamil Kutub, cetakan kedua, tahun 1427 H.
Jaami’ Ahkamin Nisa’, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, terbitan Dar Ibnu ‘Affan, cetakan pertama, tahun 1419 H.
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
Syarhul Mumthi’, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1422 H.
Disusun di pagi hari di Pesantren Darush Sholihin, 14 Rajab 1435 H
Sumber Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Publisher of the article by :Muslim.Or.Id
Rewritten by : Rachmat Machmud end Republished by : Redaction
Print Article
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini