اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنَ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ وَعَذَابِ الْقَبْرِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) penakut, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan ke usia yang terhina, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan siksa kubur”[1]
Shahabat yang meriwayatkan hadits ini adalah Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiyallahu Anhu.
Ungkapan الْبُخْلِ ‘(sifat) bakhil’, dengan kata
lain, tidak mau menginfakkan harta setelah mendapatkannya. Dia sangat mencintai
dan menahannya.
Ungkapan الْجُبْن ‘(sifat) penakut’, dengan kata lain, takut bergerak maju
karena sesuatu yang tidak perlu dia takut kepadanya.
Ungkapan أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمْرِ ‘dari dikembalikan ke usia yang
terhina’ dengan kata lain, sampai kepada tingkat ketuaan sehingga dia kembali
menjadi seperti anak-anak dalam hal kelemahan akal, sedikit pemahaman, dan
minimnya kekuatan.
أَرْذَل ‘buruk dalam segala hal’
Ungkapan فِتْنَةِ الدُّنْيَا ‘fitnah dunia’. Arti fitnah adalah ujian. Syu’bah
Rahimahullah berkata, “Dengan kata lain adalah fitnah Dajjal.” Penyebutan dunia
dengan maksud Dajjal adalah sebuah isyarat bahwa fitnahnya lebih dahsyat
daripada semua fitnah makhluk yang ada di dunia. Hal itu telah muncul dengan
jelas dalam sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam,
إِنَّهُ لَمْ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ مُنْذُ ذَرَأَ اللَّهُ ذُرِّيَّةَ آدَمَ أَعْظَمَ مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ
“Sesungguhnya tiada fitnah di muka bumi sejak Allah menciptakan keturunan Adam yang lebih dahsyat daripada fitnah Dajjal”.[2]
Makna: ذَرَأَ adalah ‘menciptakan’.
Ungkapan وَعَذَابِ الْقَبْرِ ‘siksa kubur’, dalam ungkapan ini penetapan bagi adahya adzab kubur. Ahlussunnah wa Al-Jama’ah beriman kepada fitnah kubur, adzabnya, dan kenikmatannya. Adapun fitnah adalah bahwa manusia menda-patkan fitnah dalam kubur mereka. Maka, dikatakan kepada seseorang, “Siapa Rabbmu? Apa agamamu? Siapa nabi-mu?”
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat….” (Ibrahim: 27)
Maka seorang Mukmin mengatakan, “Allah adalah Rabbku, Islam adalah agamaku, dan Muhammad adalah nabiku”. Sedangkan orang yang penuh keraguan mengatakan, “Ha?! Aku tidak tahu.” Aku mendengar orang mengatakan sesuatu, lalu aku ikut mengatakannya, sehingga dia dipukul dengan pecut dari besi sehingga dia bersuara dengan teriakan yang didengar segala sesuatu, kecuali manusia dan jin. Jika mereka mendengarnya pasti mereka akan pingsan dibuatnya.[3] Kemudian setelah dia mendapatkan fitnah yang sedemikian, mungkin dia menemukan kenikmatan atau adzab.[]
Disalin dari Syarh Do’a dan Dzikir Hishnul Muslim oleh Madji bin Abdul Wahhab Ahmad dengan Korektor Syaikh Dr. Sa’id bin Ali Wahf Al-Qahthani, terbitan Darul Falah Jakarta, Hal. 204-206.
[1] Al-Bukhari, dalam Fathul
Bari, (6/35), no. 2822.
[2] Ibnu Majah, no. 4077 dan dishahihkan Al-Albani. Lihat
Qishshah Al-Masih Ad-Dajjal, karyanya, hlm. 49.
[3] Ini adalah makna hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari, no.
1338; dan Muslim, no. 2870.
About these ads
Dikutip dari Sumber Artikel Blog Ddoandzikir.wordpress.com : dipublikasi ulang oleh Mushola Nurul Iman
Silakan menyebarkan risalah ini dalam
bentuk apa saja selama menyebutkan sumber, tidak merubah content dan makna serta
tidak untuk tujuan komersial |
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini