DAP3: 27 Jun 2014
Pembaca yang budiman, al ‘arraf atau tukang ramal adalah orang yang hina dalam Islam. Mereka melakukan perbuatan kufur yaitu mengklaim mengetahui ilmu gaib, padahal hanya Allah lah yang mengetahui ilmu gaib. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi al ‘arraf (tukang ramal), maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima” (HR. Muslim)
dalam riwayat lain:
من أَتَى عَرَّافًا أو كاهنًا فصَدَّقه بما يقولُ ، فقد كَفَر بما أُنْزِلَ على مُحَمَّدٍ
“barangsiapa yang mendatangi al ‘arraf (tukang ramal), lalu membenarkan apa yang ia katakan, orang tersebut telah kafir terhadap syariat yang diturunkan kepada Muhammad” (HR. Ahmad, Al Hakim, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 5939)
Telah dibahas mengenai kebobrokan tukang ramal dan hal-hal yang terkait dengannya dalam beberapa artikel di web ini:
Namun dalam bahasan kali ini akan kita perdalam mengenai definisi al ‘arraf atau tukang ramal berdasarkan penjelasan para ulama. Agar kaum Muslimin tidak salah paham dan salah mengira siapa tukang ramal itu. Simak bahasan singkat berikut ini:
Definisi secara bahasa
Secara bahasa, al ‘arraf artinya dukun atau tabib, atau orang yang bisa menyembuhkan penyakit. Al Jauhari mengatakan:
العراف الكاهن والطبيب
“al ‘arraf adalah dukun atau tabib” (Al Alfazh Al Musthalahat Al Muta’alliqah bit Tauhid, 434)
dalam kamus Lisaanul ‘Arab:
يقال للحازِي عَرَّافٌ وللقُناقِن عَرَّاف وللطَبيب عَرَّاف لمعرفة كل منهم بعلْمِه. والعرّافُ الكاهن
“Al Haazi disebut juga ‘arraf, Qunaqin disebut juga ‘arraf, tabib disebut juga ‘arraf, karena mereka sangat mengetahui bidang tersebut dengan ilmu mereka. Dan ‘arraf juga artinya dukun”
الحازِي: الذي ينظر في الأَعضاء وفي خِيلانِ الوجْهِ يتَكَهَّنُ. ابن شميل: الحازِي أَقَلُّ علماً من الطارق، والطارقُ يكاد أَنْ يكون كاهِناً،
“Al Haazi adalah orang yang melihat pada anggota tubuh dan pucatnya wajah untuk mengetahui seseorang diganggu dukun atau tidak. Ibnu Syamil mengatakan, ‘Al Haazi lebih rendah ilmunya dari thariq‘, thariq di sini maksudnya dukun”
القُناقِنُ البصير بجرّ المياه واستخراجها
“Al Qunaqin adalah orang yang bisa melihat aliran air (di bawah tanah) dan tahu dimana tempat keluarnya”
demikian definisi al ‘arraf secara bahasa.
Definisi syar’i
Berikut ini definisi al ‘arraf secara istilah syar’i, yang dimaksud dalam hadits-hadits:
Al Khathabi mengatakan,
الذي يزعم أنه يعرف الأمور، بمقدمات أسباب، يستدل بها على مواقعها، كالشيء يسرق فيعرف المظنون به السرقة
“al ‘arraf adalah orang yang mengetahui perkara-perkara, dengan pertanda-pertanda yang ia jadikan dalil (alasan) bahwa ia tahu perkara tersebut. Seperti ketika ada barang yang dicuri ia bisa meramal siapa pencurinya” (dinukil dari Al Alfazh Al Musthalahat Al Muta’alliqah bit Tauhid, 434)
Al Qadhi ‘Iyadh mengatakan,
والعراف هو الحازر، والمنجم، الذي يدعى علم الغيب، وهي من العرافة، وصاحبها عراف، وهو الذي يستدل على الأمور بأسباب، ومقدمات، يدعي معرفتها، وقد يعتضد بعض أهل هذا الفن في ذلك، بالزجر، والطرق، والنجوم، وأسباب معتادة في ذلك، وهذا الفن هو العيافة بالياء. وكلها ينطلق عليها اسم الكهانة
“‘al arraf adalah orang suka meramal, atau munjim (orang meramal dengan bintang), yaitu orang-orang yang mengklaim mengetahui ilmu gaib. istilah ini dari al ‘arrafah, pelakunya disebut ‘arraf. Yaitu orang yang mengetahui perkara-perkara, dengan pertanda-pertanda dan sebab-sebab yang ia jadikan alasan bahwa ia tahu perkara tersebut. Mereka menggunakan berbagai sarana, ada yang dengan zajr (telapak tangan), dengan tharq (melempar tongkat), dengan bintang, dan sebab-sebab lain yang ia yakini. bidang ilmu dalam masalah ini disebut ‘iyafah dengan huruf ya’, dan semuanya berporos dari perdukunan” (Al Alfazh Al Musthalahat Al Muta’alliqah bit Tauhid, 435)
Al Baghawi mengatakan,
العراف: الذي يدعي معرفة الأمور بمقدمات يستدل بها على المسروق ومكان الضالة
“al ‘arraf: orang yang mengklaim mengetahui perkara-perkara, dengan pertanda-pertanda yang ia jadikan dalil (alasan) bahwa ia tahu perkara tersebut, semisal mengetahui barang yang dicuri atau mengetahui letak barang yang hilang” (dinukil dari Kitab At Tauhid Ibnu Abdil Wahhab, 77)
Imam Ahmad mengatakan:
العراف طرف من السحر والساحر أخبث
“al ‘arraf adalah bagian dari sihir, namun tukang sihir lebih buruk dari al ‘arraf” (dinukil dari Taisirul Aziz Syarah Kitab At Tauhid, 352)
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
والكهانة بفتح الكاف ويجوز كسرها، ادعاء علم الغيب، كالإخبار بما سيقع في الأرض، مع الاستناد إلى سبب، والأصل فيه استراق الجن السمع من كلام الملائكة، فيلقيه في أذن الكاهن. والكاهن لفظ يطلق على العراف
“Al Kahanah (perdukunan), dengan kaf di fathah atau boleh di kasrah, artinya mengklaim tahu ilmu gaib. seperti mengabarkan bahwa akan terjadi suatu hal di bumi dengan bersandarkan pada suatu sebab. Dan asal pengetahuan dia adalah dari jin yang mencuri dengan dari percakapan malaikat, kemudian jin tersebut membisikan ke telinga dukun. dan al kahin (dukun) adalah lafadz yang di-mutlaq-kan (disamakan secara umum) kepada al ‘arraf” (dinukil dari Al Alfazh Al Musthalahat Al Muta’alliqah bit Tauhid, 429)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
العراف: اسم للكاهن والمنجم والرمال ونحوهم، ممن يتكلم في معرفة الأمور بهذه الطرق
“al ‘arraf: istilah untuk dukun dan ahli nujum dan ar rammal (tukang ramal dengan lemparan batu) dan semisalnya, yaitu orang-orang yang berbicara mengenai perkara-perkara dengan jalan yang demikian” (Majmu’ Fatawa, 35/137).
Beliau juga mengatakan:
إن العراف اسم للكاهن والمنجم والرمال ونحوهم، كالحازر الذي يدعي علم الغيب أو يدعي الكشف
“al ‘arraf: istilah untuk dukun dan ahli nujum dan ar rammal dan semisalnya, yang mengaku mengetahui ilmu gaib atau mengklaim punya ilmu kasyaf (menguak hakikat yang tersembunyi)” (Fathul Majid Syarah Kitab At Tauhid, 298).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan:
والخلاصة: أن العلماء اختلفوا في تعريف العراف، فقيل: هو الذي يدعي معرفة الأمور بمقدمات يستدل بها على مكان لمسروق والضالة ونحوها، فيكون شاملا لمن يخبر عن أمور وقعت. وقيل: الذي يخبر عما في الضمير. وقيل: هو الكاهن، والكاهن: هو الذي يخبر عن المغيبات في المستقبل
“Ringkasnya, para ulama berbeda pendapat mengenai definisi al ‘arraf.
Sebagian mengatakan: al ‘arraf adalah orang yang mengklaim mengetahui perkara-perkara, dengan pertanda-pertanda yang ia jadikan dalil (alasan) bahwa ia tahu perkara tersebut, semisal mengetahui barang yang dicuri atau barang yang hilang. maka ini mencakup semua orang yang mengabarkan perkara-perkara yang terjadi (dengan cara tersebut).
sebagian lagi
mengatakan: al ‘arraf adalah orang yang mengabarkan perkara yang ada di dalam
hati
sebagian lagi mengatakan: al ‘arraf adalah al kahin (dukun). dan al kahin itu
orang yang mengabarkan perkara-perkara gaib di masa depan” (Majmu’ Fatawa
War Rasail, 9/544)
Perkara inderawi dan yang bisa dihitung bukan ramalan dan perdukunan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan: “bukan merupakan dukun sama sekali, orang yang mengabarkan sesuatu yang bisa diketahui dengan perhitungan. Karena perkara-perkara yang bisa diketahui dengan perhitungan bukanlah perdukunan sama sekali. Sebagaimana jika ada yang mengabarkan akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan, ini bukan perdukunan, karena ini diketahui dengan perhitungan. Sebagaimana juga jika ada yang mengabarkan bahwa matahari akan tenggelam 20 derajat dari garis lintang misalnya pada jam sekian dan sekian. Ini bukan ilmu gaib. Atau misalnya mereka mengatakan bahwa di awal tahun nanti akan muncul komet Halley, yaitu benda langit yang memiliki ekor panjang. Ini sama sekali bukan perdukunan. Karena ini merupakan perkara-perkara yang bisa diketahui dengan perhitungan. Semua kabar yang diketahui dengan perhitungan, walaupun terjadi di masa depan, tidak dianggap sebagai ilmu gaib dan bukan perdukunan.
Lalu apakah kabar tentang kondisi cuaca 4 sampai 20 jam ke depan atau semisal itu merupakan perdukunan? Jawabnya, bukan perdukunan. Karena hal ini juga bersandarkan pada hal-hal yang hissiyah (inderawi), yaitu kesesuaian cuaca. Karena cuaca itu menyesuaikan diri dengan sifat-sifat tertentu, bisa diketahui dengan parameter-parameter tertentu oleh para ahli cuaca. Dengan hal itu bisa diketahui apakah akan hujan atau tidak hujan. Dan ini bisa dilihat dengan sains praktis, jika kita melihat awan-awan mendung berkumpul, lalu ada petir, kilat dan awan menjadi pekat, kita katakan sepertinya hujan akan turun.
Intinya, perkara yang bersandarkan pada hal-hal yang hissiyah (inderawi), maka ini bukan ilmu gaib. Walaupun orang-orang awam mengira ini adalah perkara gaib, dan mengklaim bahwa membenarkan hal seperti ini sebagaimana membenarkan dukun. Mengingkari perkara yang diketahui secara inderawi adalah perbuatan yang buruk, sebagaimana dikatakan oleh As Safarini:
فكل معلوم بحس أو حجا ** فنكره جهل قبيح بالهجا
“setiap perkara yang diketahui secara inderawi atau secara akal, mengingkarinya adalah sebuah kejahilan yang buruk terhadap bahasa”
Maka hal-hal yang diketahui secara secara inderawi tidak mungkin mengingkarinya. Walau seseorang mengingkarinya dengan alasan syar’iat, maka justru itu merupakan perendahan terhadap syari’at. (Al Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid, 1/531-532)
Zhan bukan ramalan
Jika kita cermati definisi para ulama di atas mengenai tukang ramal, maka tukang ramal ramal itu memiliki unsur-unsur berikut:
-
Ia sama dengan dukun
-
Ia mengklaim mengetahui suatu perkara yang gaib, seperti ajal, rezeki, nasib, kejadian di masa depan, atau barang yang tersembunyi, atau kejadian yang tidak tampak, atau lainnya
-
Ia sudah mengklaim mengetahui perkara gaib sebelum melakukan ramalan
-
Yang diklaim diketahui oleh peramal adalah perkara gaib, bukan perkara yang nampak, atau inderawi atau bisa diperhitungkan
-
Ia menyandarkan pengetahuannya itu pada sebab-sebab yang tidak syar’i, seperti mmebaca telapak tangan, melempar tongkat, membaca bintang-bintang, atau semacamnya
-
Ia biasanya mendapatkan informasi dari jin yang mencuri dengar perkataan Malaikat di langit
Oleh karena itu Syaikh Abdul Aziz bin Baz mendefinisikan:
الذي يدعي علم الغيب بواسطة الجن، هذا يقال له: عراف، ويقال له: كاهن
“orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib lewat perantara jin, ini disebut ‘arraf, dan disebut juga kahin” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 3/341)
العرافون: هم الذين يدعون علم المغيبات، وعلم الحوادث بطرق غير شرعية
“al ‘arrafun adalah orang-orang yang mengaku mengetahui ilmu gaib, dan mengetahui kejadian-kejadian dengan jalan yang tidak syar’i” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, 3/343)
Ini adalah definisi yang bagus, komprehensif dan gamblang dari beliau rahimahullah.
Adapun jika seseorang menyatakan suatu hal yang tidak sampai mengklaim mengetahui atau mengklaim tahu secara yakin pasti, maka ini masuk dalam bab Az Zhan (sangkaan) bukan ramalan. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menyatakan,
ظن، وهو إدراك الشيء مع احتمال ضد مرجوح
“zhan adalah mengetahui sesuatu disertai adanya kemungkinan lain yang dianggap lemah” (Al Ushul min Ilmil Ushul, 15)
Dalam Al Qamush Al Muhith,
الظَّنُّ: التَّرَدُّدُ الراجِحُ بين طَرَفَي الاعْتِقَادِ الغيرِ الجازِمِ
“az zhan adalah sangkaan yang lebih kuat dari dua keyakinan, namun belum sampai yakin benar”.
Dalam Lisaanul ‘Arab,
الظَّنُّ شك ويقين إلاَّ أَنه ليس بيقينِ عِيانٍ، إنما هو يقينُ تَدَبُّرٍ، فأَما يقين العِيَانِ فلا يقال فيه إلاَّ علم
“az zhan mencakup ragu dan yakin, namun yakin di sini bukan yakin secara pasti, tapi yakin berdasarkan penelitian. adapun yakin yang secara pasti itu tidak disebut kecuali dengan istilah: ilmu”
Contohnya, perkataan “menurut hasil terawangan, jalan ke Jakarta hari ini macet, anda tidak usah pergi“, ini adalah ramalan. namun perkataan, “sepertinya kalau saya pergi ke Jakarta pagi ini akan kena macet, karena hari ini hari Senin”, ini zhan (sangkaan), bukan ramalan. Dan hukum zhan itu dirinci, ada zhan yang boleh dan ada yang tidak boleh. Namun tidak kita bahas pada kesempatan ini.
Firasat bukan ramalan
At Tahanawi berkata,
الفِرَاسَة هي الاستدلال بالأمور الظَّاهرة على الأمور الخفيَّة
“firasat adalah berdalil dengan perkara-perkara zhahir untuk menyimpulkan perkara tersembuyi (batin)” (Kasyaful Isthilahaat Al Funun Wal ‘Ulum, 2/1265, dinukil dari http://dorar.net/enc/akhlaq/1121). Oleh karena itu, firasat ini biasanya dimiliki orang-orang yang berilmu (agama). Ibnu Syuja’ Al Kirmani mengatakan:
من شخص بصره عن المحارم وأمسك عن الشهوات ، وعمر باطنه بدوام المراقبة وظاهره باتباع السنة ، وعود نفسه أكل الحلال ، لم تخطئ فراسته
“barangsiapa yang menundukkan pandangannya dari hal yang haram, dan menahan nafsunya dari syahwat, dan senantiasa me-manage hatinya untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, dan senantiasa mengamalkan sunnah, membiasakan diri memakan yang halal, maka firasatnya tidak akan salah” (Hilyatul Auliya, 566).
Banyak sekali kisah dari para salaf tentang firasat mereka yang benar mengenai suatu hal yang belum terjadi. Maka firasat ini sekilas nampak seperti ramalan, namun hakikatnya berbeda dalam 2 hal:
-
Firasat secara umum, pelakunya tidak mengklaim tahu ilmu gaib, tidak sebagaimana dukun. Dukun mengklaim mengetahui ilmu gaib, dan dia merasa bangga dengan klaim pengetahuannya itu. Bahkan terkadang ia banyak muridnya karena pengakuannya tersebut. Berbeda dengan orang yang berfirasat. Ia tidak mengklaim tahu ilmu gaib, apalagi berbangga dengan pengetahuannya itu.
-
Ramalan tukang ramal atau dukun, mereka menggunakan pertanda-pertanda yang tidak syar’i. Sedangkan firasat menggunakan pertanda-pertanda yang syar’i
(lihat Al Mughni Al Murid Syarah Kitab Tauhid 5/1866, dinukil dari http://www.dorar.net/enc/akhlaq/1123)
Demikian semoga bisa lebih dipahami apa itu ramalan dan tukang ramal.
Wallahu a’alam.
Publisher of the article by :Muslim.Or.Id
Rewritten by : Rachmat Machmud end Republished by : Redaction
Print Article
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini