Kategori :Ramadhan
Apakah mencium istri
membatalkan puasa? Jawabannya, belum tentu kecuali jika keluar mani. Lalu
bagaimana standar mencium yang masih dibolehkan karena dikhawatirkan nantinya
bisa keluar mani dan membatalkan puasa.
Dalam hadits no. 664 dari
kitab Bulughul Marom, Ibnu Hajar Al Asqolani menyebutkan hadits,
وَعَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ أَمْلَكُكُمْ
لِإِرْبِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ . وَزَادَ فِي
رِوَايَةٍ: – فِي رَمَضَانَ -
Dari ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium
istrinya padahal beliau sedang puasa. Beliau mencumbu istrinya padahal sedang
puasa. Akan tetapi beliau mampu menahan syahwatnya.” Muttafaqun ‘alaih.
Lafazhnya dari Muslim. Ditambahkan dalam riwayat lain, “Yaitu di bulan Ramadhan.”
(HR. Bukhari no. 1927 dan Muslim no. 1106)
Beberapa faedah dari hadits di atas:
1- Boleh bagi orang yang
berpuasa mencium dan bercumbu dengan pasangannya. Hal ini tidak sampai
berpengaruh pada rusak atau batalnya puasa. Yang dimaksud mubasyaroh dalam
hadits di atas adalah bersentuhnya kulit dan kulit dan mubasyaroh lebih dari
sekedar mencium. Kadang pula yang dimaksud mubasyaroh adalah jima’ (hubungan
intim), namun hal itu bukan yang dimaksudkan di sini.
Ada riwayat dari ‘Aisyah,
عن مسروق قال
سألت عائشة ما يحل للرجل من امرأته صائما قالت كل شيء إلا الجماع
Dari Masruq, ia berkata,
“Aku pernah bertanya pada ‘Aisyah: Apa yang dibolehkan bagi seorang pria pada
istrinya saat berpuasa?” ‘Aisyah menjawab, “Segala sesuatu selain jima’ (hubungan
intim).” (Diriwayatkan oleh ‘Abdur Rozaq dalam mushonnafnya, 4: 190 dan Ibnu
Hajar dalam Al Fath (4: 149) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
2- Jika seseorang yang
berpuasa dan syahwat atau nafsunya tinggi, atau dapat mengantarkan pada jima’
gara-gara mencium atau bercumbu, maka sudah seharusnya ditinggalkan. Hal ini
untuk maksud mencegah dari yang diharamkan (saddu adz dzari’ah). Karena menjaga
diri dari rusaknya puasa itu wajib dan sesuatu yang tidak sempurna kecuali
dengannya, maka hal itu menjadi wajib. Sedangkan yang dimaksud “irbi” dalam
hadits adalah syahwat dan kebutuhan jiwa.
3- Standar bolehnya
mencium atau mencumbu istri adalah selama bisa menahan nafsunya. Jika tidak bisa
demikian, maka sebaiknya tidak mencium atau mencumbu pasangannya.
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini