Cerita Islami Seri 19. AL-BALKHI DAN SI BURUNG PINCANG
Written By Rachmat.M.Flimban on Selasa, 25 Maret 2014 | Selasa, Maret 25, 2014
Alkisah, hiduplah pada zaman dahulu seorang yang terkenal dengan
kesalehannya, bernama al-Balkhi. Ia mempunyai sahabat karib yang bernama Ibrahim bin
Adham yang terkenal sangat zuhud. Orang sering memanggil Ibrahim bin Adham dengan panggilan
Abu Ishak.
Pada suatu hari, al-Balkhi berangkat ke negeri orang untuk
berdagang. Sebelum berangkat, tidak ketinggalan ia berpamitan kepada sahabatnya itu. Namun
belum lama al-Balkhi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia datang lagi. Sahabatnya
menjadi heran, mengapa ia pulang begitu cepat dari yang direncanakannya. Padahal negeri
yang ditujunya sangat jauh lokasinya. Ibrahim bin Adham yang saat itu berada di masjid
langsung bertanya kepada al-Balkhi, sahabatnya.
"Wahai al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau
pulang begitu cepat?"
"Dalam perjalanan", jawab al-Balkhi, "aku melihat suatu
keanehan, sehingga aku memutuskan untuk segera membatalkan perjalanan".
"Keanehan apa yang kamu maksud?" tanya Ibrahim bin Adham
penasaran. "Ketika aku sedang beristirahat di sebuah bangunan yang telah
rusak", jawab al-Balkhi menceritakan, "aku memperhatikan seekor burung yang pincang dan
buta. Aku pun kemudian bertanya-tanya dalam hati. "Bagaimana burung ini bisa bertahan
hidup, padahal ia berada di tempat yang jauh dari teman-temannya, matanya tidak bisa
melihat, berjalan pun ia tak bisa".
"Tidak lama kemudian", lanjut al-Balkhi, "ada seekor burung lain
yang dengan susah payah menghampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh
aku terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah
kekurangan makanan, karena ia berulangkali diberi makanan oleh temannya yang sehat".
"Lantas apa hubungannya dengan kepulanganmu?" tanya Ibrahim bin
Adham yang belum mengerti maksud kepulangan sahabat karibnya itu dengan segera.
"Maka aku pun berkesimpulan", jawab al-Balkhi seraya bergumam,
"bahwa Sang Pemberi Rizki telah memberi rizki yang cukup kepada seekor burung yang pincang
lagi buta dan jauh dari teman-temannya. Kalau begitu, Allah Maha Pemberi, tentu akan
pula mencukupkan rizkiku sekali pun aku tidak bekerja". Oleh karena itu, aku pun akhirnya
memutuskan untuk segera pulang saat itu juga".
Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham berkata,
"wahai
al-Balkhi sahabatku, mengapa engkau memiliki pemikiran serendah itu? Mengapa engkau rela mensejajarkan derajatmu dengan seekor burung pincang lagi buta
itu? Mengapa kamu mengikhlaskan dirimu sendiri untuk hidup dari belas kasihan dan
bantuan orang lain? Mengapa kamu tidak berpikiran sehat untuk mencoba perilaku burung yang
satunya lagi? Ia bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan hidup
sahabatnya yang memang tidak mampu bekerja? Apakah kamu tidak tahu, bahwa tangan di
atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?"
Al-Balkhi pun langsung menyadari kekhilafannya. Ia baru sadar
bahwa dirinya salah dalam mengambil pelajaran dari kedua burung tersebut. Saat itu pulalah
ia langsung bangkit dan mohon diri kepada Ibrahim bin Adham seraya berkata, "wahai Abu
Ishak, ternyata engkaulah guru kami yang baik". Lalu berangkatlah ia melanjutkan
perjalanan dagangnya yang sempat tertunda.
Dari kisah ini, mengingatkan kita semua pada hadits yang
diriwayatkan dari Miqdam bin Ma'dikarib radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya:
"Tidak ada sama sekali cara yang lebih
baik bagi seseorang untuk makan selain dari memakan hasil karya tangannya sendiri. Dan
sesungguhnya Nabiyullah Daud 'alaihis salam makan dari hasil jerih payahnya sendiri" (HR. Bukhari).
Sumber eBook Syihab
Artikel : Redaksi CDA Palem3
Related Articles
Jika Anda menikmati artikel ini tinggal klik disini, atau berlangganan untuk menerima artikel terbaru .
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini