“dari Hatim bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami, dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu’anhu) ia berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”
Derajat Hadits
Hadits ini gharib, tidak ada jalan lain selain jalan ini.
Hatim bin Laits Al Baghdadi Al Jauhari. Al Khathib berkata: “ia tsiqah tsabat mutqin hafidz“, sebuah pernyataan ta’dil yang tinggi derajatnya. Ad Dzahabi berkata: “ia al hafidz al muktsir ats tsiqah”
Yahya bin Hammad. Abu Hatim Ar Razi berkata: “ia tsiqah”. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, ahli ibadah”.
Abu ‘Awwanah Al Wadhah bin Abdillah. Abu Hatim Ar Razi berkata: “kitabnya shahih, namun jika ia menyampaikan hadits dari hafalannya, sering salah. ia statusnya shaduq dan tsiqah. ia lebih bagus hafalannya dari Hammad bin Salamah”. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah tsabat“.
Abu ‘Awwanah Al Wadhah bin Abdillah. Abu Hatim Ar Razi berkata: “kitabnya shahih, namun jika ia menyampaikan hadits dari hafalannya, sering salah. ia statusnya shaduq dan tsiqah. ia lebih bagus hafalannya dari Hammad bin Salamah”. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah tsabat“.
Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, sering memursalkan hadits dari Ikrimah”. Adz Dzahabi berkata: “ia tsiqah“.
Dari data di atas, nampaknya permasalahan ada pada Abdul Malik bin ‘Umair Al Farsi. Al Albani menyatakan: “Abdul Malik bin ‘Umair hafalannya berubah sebelum wafatnya sehingga aku men-jazm-kan keshahihan sanad ini.
Adapun tentang ia disifati dengan tadlis, ini masih bisa ditoleransi karena hanya sedikit saja tadlis yang ia lakukan. Sebagaimana diisyaratkan oleh Ibnu Hajar dengan perkataan beliau ‘terkadang melakukan tadlis‘”.
Pernyataan beliau juga sejalan dengan yang diisyaratkan dalam komentar Al Mundziri tentang hadits ini: “diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Ath Thabrani dalam Al Ausath, dan sanadnya jayyid qawiy” (At Targhib, 2/170). Sehingga tidak ada masalah yang tersisa pada Abdul Malik bin ‘Umair Al Farsi, dengan demikian ia tsiqah.
Kesimpulannya, derajat hadits ini shahih (diringkas dari Silsilah Ash Shahihah, 2/204-205).
Faidah Hadits
Al Munawi rahimahullah menjelaskan:
‘hendaknya kalian latihan menembak‘, yaitu dengan panah
‘karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘, maksudnya ia adalah lahwun yang paling baik bagi kalian. Asalnya, maknanya lahwun adalah relaksasi jiwa dengan melakukan sesuatu yang tidak ada tujuan khususnya. dan (dalam bahasa arab) alhaaniy asy syai-i dengan alif, artinya ‘hal itu telah menyibukkanku‘ (Faidhul Qadir, 4/340). Dari penjelasan Al Munawi ini, lahwun artinya sesuatu yang bisa merelaksasi jiwa dan menyibukkan.
Makna ar ramyu secara bahasa:
jika dikatakan ramaa ‘anil quusi (busur panah) wa’alaiha ramyan artinya ‘ia menembakkan anak panah’.
(lihat Mu’jam Al Washith)
Sehingga yang dimaksud hadits ini adalah melempar atau menembakkan sesuatu yang bisa menjadi senjata melawan musuh, termasuk disini memanah, melempar tombak, termasuk juga menembak dengan pistol atau senapan dan semacamnya. Andai dianggap menembak dengan pistol (atau alat penembak modern lain) tidak termasuk ar ramyu maka tetap dapat di-qiyas-kan dengannya karena memiliki illah yang sama.
Wallahu’alam.
Keutamaan skill menembak atau melempar dan anjuran untuk memiliki skill tersebut secara umum. Dalil-dalil lain tentang hal ini sangat banyak, diantaranya:
Dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir:
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al quwwah (kekuatan) yang kalian mampu‘ (QS. Al Anfal: 60) Rasulullah bersabda: ‘ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill menembak (sampai 3 kali)’” (HR. Muslim 1917)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Lahwun (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan keluargamu” (HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab [wafat 429H] dalam Fadhail Ar Ramyi no.13 dari sahabat Abud Darda’, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 5498 )
Keutamaan skill menembak atau melempar dalam jihad fii sabiilillah. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak juga, diantaranya sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
“Jika mereka (musuh) mendekat (maksudnya jumlah mereka lebih banyak dari kalian), maka panahlah mereka terus-menerus” (HR. Bukhari 3985)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian merasa malas untuk memainkan panahnya” (HR. Muslim 1918)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang menembak satu panah yang mengenai musuh dalam jihad fii sabilillah, baginya satu derajat di surga. (Abu Najih As Sulami -perawi hadits- berkata) Dan panahku hari ini mengenai musuh sebanyak 16x. Aku juga mendengar Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa yang menembak satu panah dalam jihad fii sabiilillah setara dengan memerdekakan budak‘” (HR. An Nasa-i 3143, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak“” (HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang menembak satu panah dalam jihad fii sabilillah ia mendapat satu cahaya di hari kiamat kelak” (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra no.17035, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1292)
Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits
beliau menjelaskan: “Dalam hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna ada keutamaan skill menembak serta keutamaan skill militer, juga anjuran untuk memberi perhatian pada hal tersebut dengan niat untuk jihad fii sabiilillah. Termasuk juga latihan keberanian dan latihan penggunaan segala jenis senjata. Juga perlombaan kuda, serta hal-hal lain yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maksud dari semua ini adalah untuk latihan perang, mengasah skill dan mengolah-ragakan badan” (Syarh Shahih Muslim, 4/57).
Ali Al Qari ketika menjelaskan hadits
“Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian merasa malas untuk memainkan panahnya”
beliau menjelaskan:
“Al Muzhahir berkata, ‘maksudnya orang Romawi sebagian besar dalam perang mereka menggunakan panah. Maka hendaknya kalian belajar memanah sehingga bisa menandingi orang Romawi lalu Allah akan membuka negeri Romawi untuk kalian dan mencegah keburukan orang Romawi atas kalian. Dan jika Romawi sudah ditaklukkan, janganlah tinggalkan latihan memanah dengan berkata, kita sudah tidak butuh lagi skill memanah untuk memerangi mereka. Jangan begitu, bahkan pelajarilah terus-menerus skill memanah karena itu akan kalian butuhkan selamanya’.
Al Asyraf berkata, ‘Tidak selayaknya kalian malas belajar memanah sampai tiba waktunya untuk menaklukan negeri Romawi, maka Allah pasti menolong kalian untuk menaklukannya. Ini adalah dorongan dari Rasulullah Shalawatullah ‘alaihi untuk berlatih memanah. Artinya, bermain-main dengan panahan itu tidak terlarang’.
Ath Thibi berkata, ‘Nampaknya pandangan yang kedua lebih tepat karena huruf fa dalam kalimat فلا يعجز adalah fa sababiyyah. Seolah-olah beliau berkata, Allah Ta’ala sebentar lagi akan membukan negeri Romawi untuk kalian dan mereka itu ahli memanah.
Dan Allah akan mencegah makar mereka atas kalian dengan sebab skill memanah kalian. Oleh karena itu janganlah kalian malas untuk menyibukkan diri dengan panah kalian. Artinya, hendaknya kalian bersemangat dalam perkara panah-memanah, berlatihlah dan pegang skill tersebut dengan gigi geraham. Sampai ketika tiba waktunya untuk memerangi Romawi, kalian sudah hebat dalam hal itu’.
Sebab dianjurkan menjadikan panahan sebagai lahwun karena adanya kecenderungan untuk menyukai latihan memanah juga menyukai pertandingan dan perlombaan memanah. Karena jiwa manusia itu punya kecenderungan besar kepada perkara-perkara lahwun” (Mirqatul Mafatih, 6/2499).
Islam sangat menganjutkan umatnya untuk memiliki skill yang dapat digunakan untuk melawan musuh.
Bermain itu perkara mubah, namun hendaknya memilih permainan yang bermanfaat dalam pandangan syar’i.
Wallahu’alam bis shawab
Disalin dari Artikel Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar
= > Silakan Berkomentar Sesuai Tema Diatas
=> Berkomentar Dengan Link Hidup Tidak Akan di Publish
=> Dilarang Berkomentar SPAM
=> Tinggalkan Komentar Sangat Penting Untuk Kemajuan Blok ini